"Sekitar 16,04 persen percakapan berisi kritik atau kekhawatiran. Tiga isu utama yang muncul adalah tuntutan konsistensi lintas lembaga," ucap Business Head Continuum INDEF, Arini Astari saat memaparkan hasil analisis yang disiarkan langsung di kanal YouTube INDEF, Minggu, 23 November 2025.
Lanjut dia, warganet meminta larangan rangkap jabatan diberlakukan juga di instansi lain, sehingga tidak menimbulkan kesan tebang pilih.
Yang kedua, kata Arini, putusan MK tersebut juga berpotensi menimbulkan kecemburuan antar instansi. Jika hanya Polri yang dilarang, dikhawatirkan akan muncul ketidakadilan dan gesekan antar lembaga.
"Dan yang terakhir adalah kejengahan umum terhadap rangkap jabatan. Publik sudah lama jengah melihat rangkap jabatan yang dianggap mengurangi kesempatan kerja bagi orang lain dan membuka peluang konflik kepentingan," terangnya.
Dalam riset ini, publik juga banyak menyinggung tentang instansi lainnya, seperti TNI, KPK, DPR dan BNN.
"TNI menjadi instansi yang paling banyak disorot setelah kepolisian, dengan tuntutan agar prinsip yang sama, larangan rangkap jabatan sipil juga diberlakukan untuk militer aktif," ungkap Arini.
Selain TNI, sambungnya, KPK juga sering disebut dalam konteks evaluasi kondisi penegakan hukum.
"Sementara DPR dan BNN muncul dalam diskusi lebih luas tentang etika jabatan publik dan integritas lembaga negara," pungkas Arini.
Dalam riset ini, Continuum INDEF mengolah data dari X dan YouTube menggunakan metode analisis topik, analisis sentimen, dan analisis exposure perbincangan.
Continuum INDEF mengumpulkan 11.636 perbincangan di media sosial sejak 13-17 November 2025. Di mana, 8.165 perbincangan dari X, dan 3.471 perbincangan dari YouTube. Perbincangan itu sudah difilter dari akun buzzer dan media.
BERITA TERKAIT: