Komisi X DPR Apresiasi Langkah Mendikdasmen: Siswa Wajib Baca Buku

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/faisal-aristama-1'>FAISAL ARISTAMA</a>
LAPORAN: FAISAL ARISTAMA
  • Jumat, 21 November 2025, 08:40 WIB
Komisi X DPR Apresiasi Langkah Mendikdasmen: Siswa Wajib Baca Buku
Mendikdasmen Abdul Mu’ti. (Foto: Dokumentasi Menteng Institute)
rmol news logo Komisi X DPR RI menyambut baik rencana Mendikdasmen Abdul Mu’ti yang ingin mewajibkan siswa SD hingga SMA membaca buku dan menuliskan resensinya. Kebijakan ini dinilai sebagai angin segar bagi upaya meningkatkan minat baca dan kemampuan literasi di sekolah.

Anggota Komisi X dari Fraksi PKB, Habib Syarif Muhammad, menyebut program tersebut sebagai langkah strategis. 

“Ini bukan sekadar pekerjaan rumah tambahan,” ujarnya. “Wajib membaca dan membuat resensi adalah cara membangun kemampuan berpikir kritis sekaligus menumbuhkan budaya literasi sejak dini,"  ujar Habib Syarif kepada wartawan, Jumat, 21 November 2025.

Namun demikian, Habib Syarif menekankan bahwa kebijakan tersebut tidak akan efektif jika tidak dibarengi dengan pembenahan ekosistem perbukuan nasional. Ia menyoroti rendahnya tingkat akses buku bermutu bagi sebagian besar siswa, terutama di daerah 3T.

“Minat baca peserta didik tidak akan tumbuh jika buku yang tersedia sangat terbatas. Banyak sekolah belum punya perpustakaan layak, harga buku masih mahal, dan distribusi ke daerah terpencil belum merata. Pemerintah harus menjadikan akses terhadap buku bermutu sebagai prioritas,” tegasnya.

Legislator PKB itu menilai ada sejumlah tantangan harus segera diatasi agar kebijakan membaca dan membuat resensi bisa berjalan di lapangan. Tantangan tersebut meliputi keterbatasan infrastruktur perpustakaan sekolah, kesiapan guru dalam membimbing proses literasi, serta ketimpangan akses digital untuk pemanfaatan buku elektronik.  

“Guru harus dibekali metode memilih buku sesuai usia, cara mendampingi siswa membaca, hingga membimbing pembuatan resensi. Tanpa itu, kebijakan ini bisa berubah menjadi sekadar beban administratif,” ujarnya.

Ia juga mendorong pemerintah memberikan insentif bagi penerbit lokal, termasuk subsidi buku anak, penguatan distribusi daerah, serta percepatan digitalisasi perpustakaan sekolah melalui platform buku digital nasional yang mudah diakses siswa.  Tidak hanya pemerintah, Habib Syarif menilai peran masyarakat juga penting dalam membangun budaya baca. 

“Orang tua juga harus menyediakan waktu membaca bersama anak dan meminimalkan ketergantungan anak terhadap gawai. Komunitas literasi juga didorong memperluas gerakan membaca dan membuat kelas resensi untuk siswa,” katanya. 

Mengutip praktik baik negara maju seperti Finlandia, Jepang, dan Korea Selatan, Habib Syarif menegaskan bahwa budaya baca tidak lahir tiba-tiba, melainkan hasil investasi besar pada akses buku, perpustakaan, dan pendampingan literasi yang konsisten. 

“Kita mendukung penuh kebijakan Menteri, tetapi dukungan ini harus nyata dalam bentuk perbaikan ekosistem literasi. Jika akses buku diperbaiki dan guru dibekali kemampuan, maka kewajiban membaca bukan hanya mungkin diterapkan, tetapi bisa menjadi tonggak lahirnya generasi berdaya baca tinggi,” pungkasnya. rmol news logo article
EDITOR: RENI ERINA

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA