Akademisi Universitas 17 Agustus 1945 (UTA '45), Fernando Emas, berpendapat bahwa putusan tersebut mengabaikan ketentuan dalam undang-undang dan sejarah panjang reformasi sektor keamanan di Indonesia.
"Seharusnya MK dalam memutuskan uji materiil terhadap Undang-Undang, harus mendalami dan memahami secara menyeluruh, bukan hanya sekadar mengikuti arus keinginan masyarakat," ujar Fernando dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 14 November 2025.
Dia memandang, MK tak cermat memerhatikan ketentuan di dalam UU Kepolisian, serta dinamika reformasi Polri setelah 1998. Ditambah, sikap MK ketika menguji UU lain.
"Mahkamah Konsitusi sepertinya gagal memahami UU Kepolisian pasal 8 dan reformasi yang dilakukan pasca reformasi 1998. Namun berbeda ketika menyikapi UU Militer yang diuji ke MK beberapa waktu lalu," tuturnya.
Fernando menegaskan bahwa anggota Polri, secara fungsi dan karakter lembaga, dikategorikan sebagai bagian dari komponen sipil, sehingga tidak tepat jika ruang gerak mereka dibatasi dalam menduduki posisi-posisi sipil di pemerintahan.
Lebih lanjut, dia menduga ada upaya politisasi MK dalam menjalankan tugas memastikan tidak ada undang-undang yang bertentangan dengan konstitusi.
"Mahkamah Konsitusi harus independen dalam bersikap, jangan dipengaruhi oleh tekanan ataupun pemikiran dari pihak lain," ucapnya.
"Tetapi harus berdasarkan pada nalar dan nilai konstitusi yang dianut oleh Indonesia," demikian Fernando menambahkan.
BERITA TERKAIT: