Salah satu capaian paling menonjol selama tahun pertama adalah akselerasi pembangunan energi baru terbarukan (EBT) dan pemerataan akses listrik hingga wilayah terpencil. Melalui kolaborasi dengan PT PLN (Persero), pemerintah berhasil mempercepat program transisi hijau sekaligus mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Langkah besar di sektor energi dimulai pada Juni 2025, ketika Presiden Prabowo meresmikan dan melakukan peletakan batu pertama 55 proyek pembangkit EBT secara serentak di 15 provinsi Indonesia. Proyek yang menelan investasi sekitar Rp25 triliun ini memiliki kapasitas terpasang sebesar 379,7 Megawatt (MW) dan menjadi salah satu tonggak terbesar dalam sejarah pembangunan energi bersih di Tanah Air.
Dari total 55 proyek tersebut, delapan di antaranya merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), sementara 47 lainnya adalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Proyek-proyek ini tidak hanya menambah kapasitas energi nasional, tetapi juga menjadi simbol transformasi menuju kemandirian energi.
“Hari ini kita resmikan dan mulai pembangunan 55 pembangkit energi baru dan terbarukan. Ini adalah bukti bahwa Indonesia menuju kemandirian. Kita akan berdiri di atas kaki kita sendiri dan memberi energi untuk seluruh rakyat dalam kondisi efisien dan ekonomis,” ujar Presiden Prabowo Subianto dalam
Dampak langsungnya mulai terasa. Melalui program Listrik Desa (Lisdes) PLN, 47 PLTS tersebut kini melistriki lebih dari 5.300 rumah tangga di 47 desa terpencil. Masyarakat yang sebelumnya mengandalkan genset kini menikmati listrik bersih yang stabil, murah, dan ramah lingkungan.
Dari Timur, Cahaya Keadilan Menyala
Perubahan paling signifikan dirasakan di wilayah Timur Indonesia, Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, dan Papua, kawasan yang selama ini identik dengan keterisolasian. Melalui program Energi Berdaulat untuk Indonesia Kuat, pemerintah berupaya menjadikan listrik sebagai simbol pemerataan pembangunan.
Di NTT, rasio elektrifikasi melonjak hingga 97,8 persen pada September 2025. Di Desa Oenino, Kabupaten Timor Tengah Selatan, misalnya, warung kecil milik Yosepha Lete kini bisa beroperasi hingga malam hari.
“Dulu hanya buka sampai magrib, karena tak ada listrik. Sekarang jualan lebih laku, bisa nyalakan kulkas dan lampu,” tuturnya.
Sementara di Maluku, program Integrated Electrification for Archipelago (IEA) berhasil meningkatkan rasio elektrifikasi menjadi 98,17 persen. Nelayan di Pulau Kei Besar kini dapat menyimpan hasil tangkapan di freezer bertenaga surya, membuat mereka tidak lagi terpaksa menjual ikan dengan harga murah di hari yang sama.
Perubahan paling dramatis terjadi di Papua dan Papua Barat, di mana rasio elektrifikasi naik tajam dari 48,75 persen pada 2019 menjadi 95,62 persen pada 2024. Melalui program Papua Terang, sejumlah pembangkit listrik tenaga surya dan mikrohidro berhasil menerangi desa-desa terpencil yang selama ini hidup dalam kegelapan. Di Kampung Karubaga, Kabupaten Tolikara, listrik kini menghidupkan puskesmas setempat, memungkinkan penyimpanan vaksin dan pelayanan medis di malam hari.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menyebut capaian ini sebagai bentuk nyata keadilan energi.
“Kami ingin setiap anak Indonesia, di manapun ia lahir, memiliki kesempatan yang sama di bawah cahaya yang sama,” ujar Darmawan dalam keterangan yang diterima redaksi di Jakarta, Senin, 20 Oktober 2025.
Energi Hijau, Fondasi Menuju Indonesia Emas
Kebijakan energi hijau pemerintahan Prabowo–Gibran bukan semata proyek infrastruktur, melainkan bagian dari visi jangka panjang menuju Indonesia Emas 2045. Pemerintah menempatkan transisi energi sebagai pilar utama pembangunan nasional, dengan menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan.
Melalui Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Hijau, pemerintah menargetkan rasio elektrifikasi nasional mencapai 100 persen pada tahun 2029. Langkah ini sejalan dengan target Net Zero Emission (NZE) 2060, sekaligus memperkuat kedaulatan energi Indonesia di tengah ketidakpastian global.
Di sisi lain, sektor energi bersih juga membuka lapangan kerja baru dan peluang investasi hijau. Industri lokal mulai terlibat dalam rantai pasok panel surya, turbin, dan baterai penyimpanan, menandakan bahwa transisi energi bukan hanya soal lingkungan, tapi juga ekonomi rakyat.
Satu tahun perjalanan pemerintahan Prabowo–Gibran menunjukkan arah yang tegas: pembangunan bukan lagi terpusat di kota-kota besar, melainkan menjangkau desa-desa dan pulau-pulau terluar.
Cahaya yang kini menyala di NTT, Maluku, dan Papua adalah simbol perubahan sosial ketika listrik bukan lagi kemewahan, melainkan hak dasar warga negara.
Dengan fondasi energi bersih dan pemerataan listrik yang telah diletakkan, Indonesia menatap masa depan dengan keyakinan baru: menjadi bangsa yang mandiri, hijau, dan berkeadilan.
BERITA TERKAIT: