Kejadian ini tentu memilukan dan membuat prihatin pada aktivis pro demokrasi.
Ketua dewan direktur GREAT Institute, Syahganda Nainggolan, meminta Presiden Prabowo Subianto untuk membuat tim independen pencari fakta agar seluruh informasi dapat diperoleh masyarakat secara benar.
"Demikian pula untuk memenuhi kritikan dunia internasional, termasuk PBB, atas banyaknya korban kekerasan dalam menyampaikan pendapat," ucap Syahganda dalam keterangan yang diterima redaksi di Jakarta, Selasa, 2 September 2025.
"Beberapa hal sensitif seperti penjarahan rumah anggota DPR dan menteri keuangan, isu darurat militer dan isu terbunuhnya beberapa mahasiswa dan pelajar oleh aparat harus dapat dibongkar tuntas," tambahnya.
Syahganda juga meminta agar penangkapan-penangkapan aktivis pada aksi-aksi lalu perlu dilakukan secara hati-hati, termasuk yang menimpa Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen.
Lanjut dia, Pemerintahan Prabowo harus memulai investigasi dengan melihat sebab-sebab sosial politik yang besar dan komprehensif, sebelum melihat aktor-aktor yang terlibat di dalamnya.
"Tanpa metode yang tepat, saya memandang bahwa nanti yang akan muncul adalah saling fitnah dan pencatatan kambing hitam," ungkapnya.
Dengan metode investigasi yang serius dan tepat, Syahganda berharap Prabowo dapat menegakkan hukum sekeras-kerasnya.
"Metode investigasi harus serius dan tepat, supaya tuduhan Prabowo tentang adanya unsur makar dan terorisme yang didalangi mafia migas, pangan dan lain-lain dalam kasus tersebut dapat dibongkar sejelas-jelasnya," tutup Syahganda.
Mereka adalah Affan Kurniawan, driver ojol yang dilindas Brimob; Abay, Sarinawati dan Saiful yang tewas dalam kebakaran gedung DPRD Makassar; Rusdamdiamsyah yang tewas dikeroyok di depan Universitas Muslim Indonesia (UMI) karena dikira intel; Sumari, tukang becak yang sesak nafas hingga tewas dalam bentrokan di Solo; Rheza, mahasiswa AMIKOM Yogyakarta yang tewas terkena gas air mata; Andika Luthfi Falah, siswa SMKN 14 Kabupaten Tangerang yang tewas setelah tiga hari dirawat di RSAL Mintohardjo setelah aksi 29 Agustus; serta Iko Juliant Junior, mahasiswa UNNES yang tewas dipukuli aparat padahal sudah meminta ampun.
BERITA TERKAIT: