"Pemerintah harus meninjau kembali kebijakan politik anggaran yang salah sasaran dan tidak didasarkan pada rasionalitas ilmiah dan data yang valid," ujar Prof. Sulis dalam jumpa pers virtual dikutip redaksi di Jakarta, Senin, 1 September 2025.
Dia menyebutkan, setidaknya ada tiga pokok kebijakan politik anggaran yang disorot masyarakat. Yakni misalnya terkait sumber daya dan keuangan negara, yang seharusnya didapatkan dari perampasan aset koruptor.
"Kemudian para pengusaha sumber daya alam, dan mereka yang sudah mendapat fasilitas negara secara menguntungkan dan bukan dibebankan kepada pajak dan berbagai pungutan kepada rakyat," urainya.
Selain itu, Prof. Sulis juga menyebut kebijakan alokasi anggaran negara dan daerah juga masih bermasalah, karena seharusnya didasarkan pada kebutuhan rakyat terutama dalam bidang pendidikan dan kesehatan.
"Terutama bagi kelompok rentan, miskin, perempuan dan anak. Sudah waktunya kebijakan anggaran didasarkan pada pemenuhan hak-hak kesejahteraan (welfare benefits) bukan sebagai ‘charity’ tetapi sebagai ‘entitlement’," tutur dia.
Politik anggaran terakhir yang dianggap Prof. Sulis irasional yakni terkait dengan tunjangan DPR yang menjadi isu utama publik dan menyebabkan terjadinya massa aksi besar-besaran beberapa hari lalu.
"Gaji dan fasilitas berlebihan kepada anggota legislatif yang masih aktif maupun pensiun seumur hidup kepada anggota legislatif yang purna tugas," katanya.
"Selain itu penggajian direksi dan komisaris BUMN yang mencapai miliaran rupiah per bulan jelas melukai rasa keadilan dan harus ditinjau ulang," demikian Prof. Sulis.
BERITA TERKAIT: