Demikian pandangan Direktur Jakarta Institut Agung Nugroho melalui keterangan elektroniknya yang diterima di Jakarta, Jumat 15 Agustus 2025.
Agung mengatakan, pajak adalah kewajiban warga negara kepada pemerintah yang diatur oleh undang-undang dan bersifat memaksa.
Sedangkan zakat adalah kewajiban agama bagi muslim yang memenuhi syarat nisab dan haul, dengan tujuan membersihkan harta dan membantu delapan golongan penerima (fakir, miskin, amil, mualaf, budak, orang berutang, fi sabilillah, dan ibnu sabil).
Sementara wakaf adalah amal jariyah sukarela, di mana harta pokok dipisahkan untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan demi kemaslahatan umum.
"Mencampuradukkan ketiganya sama saja mengaburkan perbedaan mendasar bahwa pajak lahir dari otoritas politik, zakat dari perintah ilahi, wakaf dari kerelaan hati," kata Agung.
Menurut Agung, pajak berlaku untuk semua warga tanpa memandang agama. Zakat hanya berlaku untuk muslim, sementara wakaf berlaku bagi siapa saja yang ingin mewakafkan harta, tapi orientasinya ibadah.
Di sisi lain, kata Agung, pajak digunakan untuk membiayai seluruh fungsi negara, mulai dari pembangunan infrastruktur, gaji pejabat, subsidi, hingga pembayaran utang. Tidak semua pos penggunaan pajak selaras dengan prinsip syariah.
"Zakat punya aturan ketat yaitu hanya untuk delapan golongan mustahik, tidak boleh keluar dari kerangka ini," kata Agung.
Khusus wakaf, menurut Agung, mengharuskan aset pokok tetap utuh, sementara manfaatnya disalurkan terus-menerus.
"Dalam zakat dan wakaf, transparansi dan akuntabilitas adalah amanah religius, bukan sekadar prosedur administratif," pungkas Agung.
BERITA TERKAIT: