Hal itu ditegaskan pengamat politik Rocky Gerung dalam Sarasehan Aktivis Lintas Generasi bertema "Dari Demokrasi Politik Menuju Transformasi Demokrasi Ekonomi" yang digelar di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, Rabu 21 Mei 2025.
"Judul acaranya saja sudah salah, 'memperingati aktivis 98'. Yang perlu kita lakukan adalah mengulangi reformasi, bukan memperingatinya," ucap Rocky.
Ia menyinggung bahwa sejak awal, kata 'reformasi' sejatinya adalah bentuk kompromi. Pada awal 97-98, diungkap Rocky, kata yang muncul dari mahasiswa dan LBH adalah revolusi, bukan reformasi.
Tapi karena gugup dengan konotasi kiri, maka digunakan kata reformasi yang lebih lunak. Belakangan muncul istilah reformasi total yang dibuat agar terlihat lebih radikal, namun tetap kompromistis.
"Bahkan diubah reformasi jadi restorasi," ungkap akademisi yang akrab disapa RG itu.
Akibat kesalahan epistemik dari gerakan reformasi, lanjut Rocky, Indonesia tak pernah benar-benar berpindah dari satu rezim ke rezim baru.
"Transformasi adalah gerak keluar dari, lalu gerak masuk ke. Tapi yang kita lakukan baru gerak keluar dari, dan takut masuk ke,” pungkasnya.
Rocky menutup dengan seruan bahwa produksi pemikiran harus diutamakan sebelum kemarahan mengambil alih. Karena momen ini bisa jadi ukuran terakhir dari konsolidasi aktivis lintas generasi.
BERITA TERKAIT: