Wakil Ketua Komisi XIII DPR Andreas Hugo Parreira menilai terlalu banyak pernyataan kontradiktif dari elite Pemerintah terkait wacana denda damai bagi koruptor.
"Rakyat dibuat bingung oleh pernyataan-pernyataan kontradiktif oleh elite politik kita sendiri," kata Andreas dalam keterangan tertulisnya, Selasa 31 Desember 2024.
Isu ini ramai dibicarakan setelah Presiden Prabowo Subianto mewacanakan memberi pengampunan bagi koruptor selama mereka mengembalikan uang negara yang diambilnya.
Andreas pun mengingatkan komitmen Prabowo sebelum dilantik sebagai presiden dimana akan mengejar koruptor bahkan hingga ke Antartika.
Ia mengatakan, jauh sebelum menjadi presiden ke-8, Prabowo juga pernah mengatakan hal serupa.
"Bapak presiden ketika pidato menyampaikan akan mengejar koruptor sampai ke Kutub. Tetapi kemudian Pemerintah ingin megampuni koruptor, sekarang beda lagi, jadi denda damai," kata Andreas.
Sebelumnya, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan, denda damai koruptor itu mengacu pada Pasal 35 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI.
Supratman berdalih bahwa aturan tersebut memberikan ruang untuk menyelesaikan perkara di luar pengadilan bagi pelaku tindak pidana ekonomi yang merugikan keuangan negara.
Namun, setelah menuai kritik dari publik, wacana tersebut dihentikan dengan penegasan bahwa penerapan denda damai hanya berlaku untuk tindak pidana ekonomi, bukan korupsi.
Ketidakkonsistenan Pemerintah ini menjadi perhatian dan dianggap bisa berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap komitmen pemberantasan korupsi.
"Pemerintah harus menunjukkan konsistensi dalam penegakan hukum, terutama terkait tindak pidana korupsi yang telah merugikan keuangan dan perekonomian negara," kata Andreas.
"Rakyat membutuhkan kepastian hukum dan keadilan yang nyata. Jangan sampai kebijakan atau wacana yang dilemparkan oleh pejabat negara malah menciptakan celah untuk penyalahgunaan," demikian Andreas.
BERITA TERKAIT: