Gangguan ini ditengarai akibat lonjakan signifikan jumlah penolakan dan penyampaian aspirasi yang diterima melalui kanal tersebut, terkait wacana kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) inisiasi Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Belakangan ini berbagai stakeholder telah menyampaikan keluhan dan protes, terutama dari industri tembakau dan kelompok masyarakat yang menolak wacana kemasan rokok polos tanpa merek.
Kebijakan ini mengharuskan semua produk tembakau dikemas dalam kemasan tanpa merek atau desain. Sehingga, rokok dengan merek apapun akan dikemas dengan tampilan yang sama sehingga tidak bisa dibedakan.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia (Gappri), Willem Petrus Riwu memandang, wacana kebijakan yang digodok pemerintah itu akan berdampak merugikan bagi industri rokok legal, petani tembakau, dan industri kretek secara keseluruhan.
Regulasi PP 28/2024 dan RPMK tidak hanya mempengaruhi industri tembakau, kata dia, akan menjadi pemicu maraknya peredaran rokok ilegal dengan kemasan polos.
"Kebijakan ini dapat memicu pemalsuan produk dan memperkuat pasar rokok ilegal," kata Willem dalam keterangannya, Selasa (17/9).
Pada lain kesempatan, Ketua Umum Gappri, Henry Najoan, menilai bahwa kebijakan ini memiliki potensi dampak signifikan yang perlu diperhatikan dengan serius.
Henry mengungkapkan kekhawatirannya terkait penerapan kemasan polos yang dinilai dapat mempengaruhi industri tembakau secara keseluruhan.
"Yang menjadi kekhawatiran utama kami adalah dampak dari persaingan tidak sehat dan maraknya rokok ilegal," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: