Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Berly Martawardaya menjelaskan, persaingan politik dengan persaingan usaha memiliki kemiripan.
"Banyak kemiripan antara persaingan usaha dan persaingan politik," ujar Berly dalam keterangan tertulis INDEF atas pelaksanaan diskusi publik bertajuk "Ekonomi Politik Persaingan Pilkada 2024", yang dikutip Kantor Berita Politik RMOL pada Jumat (6/9).
Dia memaparkan, jika memakai kerangka analisis ekonomi yang ditetapkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), maka persaingan bakal pasangan calon di Pilkada 2024 digambarkan telah melampaui batas kewajaran.
"Bahwa pada pemilihan gubernur (pilgub) Jakarta, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan, biarpun terdapat dua paslon, tapi satu paslon didukung lebih dari 75 persen," tuturnya.
"Dan pilkadanya (sama saja) memiliki Indeks Persaingan lebih dari 6000. Angka tersebut berarti melebihi 1,5 kali batas yang diterapkan KPPU," tambah Berly.
Lebih lanjut, dosen mata kuliah Ekonomi Politik dan Persaingan Usaha di Univeritas Indonesia (UI) itu meyakini, dampak dari persaingan di Pilkada 2024 yang tidak sehat akan berdampak pada kehidupan masyarakat.
"Dampak dari rendahnya pilihan dan persaingan akan terasa pada pembangunan daerah tersebut selama lima tahun ke depan," demikian Berly.
BERITA TERKAIT: