Hal tersebut disampaikan Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Universitas Paramadina, Handi Risza, dalam diskusi publik bertajuk "Dilema Kabinet Prabowo dalam Bingkai Koalisi Besar", yang diselenggarakan di Ruang Granada Universitas Paramadina, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Kamis (11/7).
Mulanya dia menjelaskan, ekonomi global yang belakangan rapuh akibat dari perang antara Ukraina-Rusia hingga Israel-Palestina, paling tidak membuat harga sejumlah komoditas melambung tinggi, dan berakibat pada ekonomi dalam negeri Indonesia.
"Ketika terjadi komoditas pada puncak yang tinggi kita memang mendapatkan efek yang luar biasa sekali. Efek pada komoditas unggulan terutama yang kita miliki. Tapi ketika harga komoditasnya mulai menurun berdampak pada kita," ujar Handi.
Dia mengungkapkan, dampak negatif yang dirasakan Indonesia baru-baru ini terlihat dari besaran penerimaan negara yang menurun, jika dibandingkan pada periode tahun sebelumnya.
"Kalau kita mau melihat dampaknya kita bisa lihat APBN semester 1 2024 ini berasa sekali penerimaan negara berada di bawah atau mencapai 1.320 triliun (tercatat 47,1 persen terhadap APBN 2024, atau terkontraksi sebesar 6,2 persen dibanding periode yang sama pada 2023)," urainya.
Capaian tersebut, menurut Handi akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stagnan di angka 5 persen, tidak mengalami perbaikan yang signifikan atau melampaui 6 persen selama satu dekade Presiden Joko Widodo memimpin Indonesia.
Oleh karena itu, dia meyakini situasi dan kondisi ekonomi yang terjadi hingga pertengahan 2024 akan terus terjadi hingga akhir tahun ini. Sehingga, Prabowo yang akan dilantik bersama Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presidennya pada Oktober juga akan merasakan dampaknya.
"Artinya polaritas ini akan berlangsung hingga akhir 2024 dan ini akan dirasakan oleh pemerintahan Prabowo," demikian Handi menambahkan.
BERITA TERKAIT: