Sentralisasi kewenangan dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) di daerah menjadi topik hangat dalam sidang tersebut.
Sejak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja diberlakukan, banyak kewenangan daerah dalam pengelolaan SDA di daerahnya ditarik oleh pemerintah pusat.
Wakil Ketua Komite II DPD Abdullah Puteh mengatakan bahwa sejumlah tokoh dan pemimpin di Aceh mengeluhkan adanya penarikan kewenangan dalam pengelolaan SDA oleh pemerintah pusat.
“Padahal dengan adanya kewenangan daerah dalam mengelola SDA tersebut, dapat digunakan sebagai modal pembangunan dalam menyejahterakan masyarakat,” ujar Puteh.
Dia menyatakan itu saat penyampaian laporan hasil penyerapan aspirasi sesuai bidang Komite II DPD, yaitu Pengawasan atas Pelaksanaan UU Nomor 2/1981 tentang Metrologi Legal serta Perubahannya dalam UU Nomor 6/2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2/2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
"Enam bulan yang lalu Aceh dikejutkan dengan ditemukannya cadangan oil dan gas yang besar. Namun ada masalah, Aceh sekarang dicap sebagai provinsi termiskin di Sumatera," beber Puteh.
"Namun kebijakan pemerintah pusat, semua oil dan gas (dibawa) ke Pulau Jawa. Semua kalangan dan tokoh di Aceh mempersoalkan masalah ini ke pemerintah pusat,” tegasnya.
Oleh karena itu, Puteh berharap agar DPD dapat mendorong agar pemerintah pusat dapat mengeluarkan kebijakan terkait pengelolaan temuan oli dan gas tersebut yang dapat digunakan dalam memajukan perekonomian Aceh.
"Saya mohon agar hal tersebut dapat dibantu, terutama Pimpinan DPD agar pemerintah pusat dapat memberikan kebijakan-kebijakan yang baik. Jika tidak, akan terulang temuan migas di Arun karena pemerintah pusat tidak hadir," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: