Adalah mantan hakim Mahkamah Agung, Gayus Lumbuun, yang memimpin Tim PDI mendaftarkan gugatan berjenis perbuatan melawan hukum di PTUN.
"Intinya jenis gugatanya adalah perbuatan melanggar hukum oleh aparatur negara, tergugatnya KPU," kata Gayus.
Gayus menambahkan, perbuatan melawan hukum KPU karena instansi yang dipimpin Hasyim Asyari itu meloloskan putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, sebagai cawapres.
"Perbuatan melawan hukum tersebut bertentangan dengan asas dan norma-norma yang ada pada aturan tentang pemilihan umum," jelasnya.
Anggota Tim PDI Erna Ratnaningsih menambahkan, KPU masih memakai PKPU Nomor 19 Tahun 2023 atau aturan lama ketika menerima pencalonan Gibran sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto.
"Dalam hal ini ketika KPU menerima pendaftaran, masih menggunakan peraturan yang lama, PKPU Nomor 19 Tahun 2023. Artinya tindakan KPU ini, melanggar ketentuan hukum, melanggar kepastian hukum, di mana dia memberlakukan peraturan yang berlaku surut," kata Erna ditemui di Gedung PTUN, Jakarta Timur, Selasa (2/4).
Lanjut Erna, KPU menerima pendaftaran para capres-cawapres pada 27 Oktober 2023 tanpa mengubah PKPU Nomor 19.
Di mana, persyaratan capres-cawapres berdasarkan PKPU Nomor 19 belum disesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah Pasal 169 huruf q UU Pemilu.
Erna mengatakan, KPU baru menerbitkan PKPU Nomor 23 Tahun 2023 per 3 November pada tahun yang sama atau lebih dari sepekan setelah menerima pendaftaran Gibran sebagai cawapres.
"Jadi, KPU melakukan pendaftaran pada 25 dan 27 Oktober 2024. Sementara atas hasil dari putusan dari Mahkamah Konstitusi ini, KPU kemudian mengubah menjadi PKPU Nomor 23 Tahun 2023, pada 3 November 2024. Artinya mekanisme atau proses pendaftaran dan penetapan capres dan cawapres itu, itu dilakukan melanggar hukum atau cacat hukum," paparnya.
"Kami dari Tim Perjuangan Proses Hukum Pemilu, dalam hal ini melihat bahwa praktik-praktik seperti ini, ini tidak bisa terjadi lagi di kemudian hari karena nanti tahun ini kita juga akan melaksanakan pilkada atau pilgub," imbuhnya.
Setidaknya, Tim PDI memohonkan empat hal untuk diputuskan pengadilan ketika menggugat KPU ke PTUN.
Tim PDI meminta pengadilan memerintahkan tergugat untuk menunda pelaksanaan keputusan KPU Nomor 360 tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, DPRD, DPD, dan seterusnya.
"Memerintahkan Tergugat untuk menunda pelaksanaan keputusan KPU Nomor 360 tahun 2024," tutur Erna.
Tim PDI juga meminta PTUN memerintahkan kepada tergugat untuk tidak menerbitkan atau melakukan tindakan administrasi apapun sampai keputusan yang berkekuatan hukum tetap.
"Dalam pokok permohonan, kami meminta bahwa majelis hakim nanti akan menerima dan mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya. Menyatakan batal keputusan Nomor 360, keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 dan seterusnya," imbuhnya.
"Memerintahkan tergugat untuk mencabut kembali keputusan KPU nomor 360 tahun 2024 dan seterusnya serta yang terakhir adalah memerintahkan tergugat untuk melakukan tindakan, mencabut dan mencoret pasangan capres Prabowo dan cawapres Gibran sebagaimana tercantum dalam keputusan KPU nomor 360 tahun 2024," tutup Erna.
BERITA TERKAIT: