Menurut analis politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga, hal ini terjadi karena diduga adanya intervensi kekuasaan dan diperkirakan membuat penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) tak berdaya.
"Hal senada juga terjadi di Pileg. Jual beli suara baik di internal maupun eksternal Parpol peserta pemilu makin nyata dan vulgar. Bahkan caleg bermain mata dengan penyelenggara pemilu," kata Jamiluddin kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Senin (4/3).
Dia mengurai pengalihan suara juga terjadi antar partai. Bahkan suara tidak sah dihidupkan lagi dan dihadiahkan ke partai lain.
"Tentu pemberian hadiah itu tidak gratis. Upaya ini dilakukan untuk memenangkan si caleg atau untuk memuluskan partai melenggang ke Senayan," jelasnya.
Jamiluddin menilai hak angket merupakan salah satu cara melegitimasi Pemilu baik pilpres maupun pileg.
"Jadi, memang terjadi kebrutalan dalam Pilpres dan Pileg 2024. Hal ini hanya dapat diungkap dengan Hak Angket agar hasil Pileg dan Pilpres legitimasi," tutupnya.
BERITA TERKAIT: