Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pakar Tata Negara: Keluarga Politik Tak Haram, Tapi Relasi Nepotisme Dilarang

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Jumat, 02 Februari 2024, 09:32 WIB
Pakar Tata Negara: Keluarga Politik Tak Haram, Tapi Relasi Nepotisme Dilarang
Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti/Repro
rmol news logo Polemik pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut dirinya diperbolehkan kampanye dan berpihak dengan mengacu satu pasal di dalam UU 7/2017tentang Pemilu  menuai kritik dari pakar.

Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti menilai, pernyataan Jokowi justru memuat dugaan melanggar UU Pemilu. Karena dari sekian ratus pasal di dalamnya, terdapat beberapa pasal yang terkait aturan kampanye bagi presiden.

Menurut Bivitri, selain Pasal 299 ayat (1), juga terdapat Pasal 301 dan Pasal 269 yang menjelaskan soal aturan keterlibatan presiden dalam kampanye pemilu hanya jika menjadi calon petahana, atau dia merupakan anggota partai dan mesti cuti dari jabatannya.

Namun yang menjadi masalah besar bagi masyarakat, menurut Bivitri, adalah soal relasi Jokowi dengan Gibran Rakabuming Raka yang merupakan ayah dan anak. Terlebih, nampak kecenderungan politik presiden ketujuh RI itu mendukung putra sulungnya.

"Situasi yang kita hadapi sekarang kan memang unprecendeted ya, belum pernah terjadi di negara kita ada seseorang yang masih memegang kekuasaan terus anaknya nyalon," ujar Bivitri dalam diskusi virtual bertajuk "Cawe-cawe Presiden Jokowi, Melanggar Hukum dan Konstitusi UUD 45?", dikutip Jumat (2/2).

Bivitri mengaku dikritik balik oleh kelompok simpatisan Jokowi dan juga pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Capres-Cawapres) Nomor Urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

"Ada yang berkomentar balik ke saya, bilang Mbak enggak kritis kepada Mega dan Puan, atau terhadap SBY dengan Mas AHY. Saya bilang, kalau mau mengkritik sistem kepartaian diskusi di wilayah berbeda," kata Bivitri.

"Yang kita bicarakan ini ada orang yang memegang kekuasaan yang demikian besar, dia masih di situ. Megawati dengan Soekarno? Iya Megawati naik, tapi Soekarnonya kan sudah wafat ketika Ibu Mega jadi presiden," sambung Bivitri.

Oleh karena itu, pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera itu menegaskan, persoalan netralitas Presiden Jokowi pada Pilpres 2024 bukan perihal melarang keluarga elite politik untuk ikut kontestasi.

"Jadi ini bukan soal nama keluarga atau hubungan keluarga. Keluarga politik itu tidak haram, tidak sama sekali. Tapi yang tidak boleh adalah relasi nepotismenya itu," demikian Bivitri. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA