Hal itu disampaikan Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, memastikan bahwa kasus dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) TA 2012 di Kementerian Ketenagakerjaan tidak terkait dengan kontestasi capres-cawapres di Pilpres 2024.
"Bahwa penanganan perkara ini sama sekali nggak ada hubungannya dengan kontestasi salah satu calon atau terkait dengan tahun politik," kata Alex seperti dikutip
Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (26/1).
Alex menjelaskan, penyelidikan sudah terjadi pada kepemimpinan Agus Rahardjo pada 2019 lalu. Namun karena adanya pandemi Covid-19, proses penyelidikan sempat terhenti hampir 2 tahun.
Kemudian dilanjutkan kembali, dan pada Maret 2023 dilakukan ekspose. Selanjutnya pada Juni 2023, Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) sudah terbit dengan menetapkan 3 orang tersangka.
"Jadi kami pastikan itu, perkara ini memang sudah lama, tidak serta merta atau pada saat pencapresan dan lain sebagainya. Kejadiannya sendiri kan terjadi tahun anggaran 2012," terang Alex.
KPK pun baru melakukan pengumuman dan penahanan terhadap tersangka pada Kamis kemarin (25/12) karena KPK menunggu hasil perhitungan kerugian keuangan negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI yang belakangan ini baru diserahkan.
"Saya pikir sudah clear ya, jadi nggak ada hubungannya (dengan proses politik)" pungkas Alex.
Pada Kamis (25/1), KPK resmi mengumumkan tiga orang tersangka, yakni Reyna Usman (RU) selaku Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kemnaker periode 2011-2015, I Nyoman Darmanta (IND) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pengadaan Sistem Proteksi TKI TA 2012, dan Karunia (KRN) selaku Direktur PT Adi Inti Mandiri (AIM).
Dalam perkaranya, pada 2012, Kemnaker melaksanakan pengadaan sistem proteksi TKI sebagai tindak lanjut rekomendasi tim terpadu perlindungan TKI di luar negeri dalam upaya melakukan pengolahan data proteksi TKI agar tepat dan cepat melakukan pengawasan dan pengendalian.
Reyna Usman selaku Ditjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja mengajukan anggaran untuk TA 2012 sebesar Rp20 miliar.
Selanjutnya, I Nyoman diangkat sebagai PPK dalam pengadaan tersebut. Sekitar Maret 2012, atas inisiatif dari Reyna Usman, dilakukan pertemuan pembahasan awal yang dihadiri I Nyoman dan Karunia.
Kemudian atas perintah Reyna Usman, terkait penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) disepakati sepenuhnya menggunakan data tunggal dari PT AIM. Untuk proses lelang sejak awal telah dikondisikan pihak pemenangnya adalah perusahaan milik Karunia.
Di mana, Karunia sebelumnya telah menyiapkan 2 perusahaan lain, seolah-olah ikut serta dalam proses penawaran dengan tidak melengkapi syarat-syarat lelang, sehingga nantinya PT AIM dinyatakan sebagai pemenang lelang. Pengkondisian pemenang lelang, diketahui sepenuhnya oleh I Nyoman dan Reyna Usman.
Ketika kontrak pekerjaan dilaksanakan, setelah dilakukan pemeriksaan dari tim panitia penerima hasil pekerjaan, didapati adanya item-item pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang disebutkan dalam surat perintah mulai kerja, di antaranya komposisi fardware dan software.
Selain itu, atas persetujuan I Nyoman selaku PPK, dilakukan pembayaran 100 persen ke PT AIM, walaupun fakta di lapangan untuk hasil pekerjaan belum sepenuhnya mencapai 100 persen.
Kondisi faktual dimaksud, di antaranya belum dilakukan instalasi pemasangan hardware dan software sama sekali untuk menjadi basis utama penempatan TKI di negara Malaysia dan Saudi Arabia.
Berdasarkan perhitungan BPK RI, dugaan kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dalam pengadaan tersebut sekitar Rp17,6 miliar.
BERITA TERKAIT: