Pemerhati isu global dan strategis, Prof Imron Cotan berujar, penurunan indeks kebebasan berekspresi yang belakangan dilaporkan lembaga pemantau demokrasi perlu menjadi pertimbangan serius di tengah tahun politik Pemilu Serentak 14 Februari 2024 mendatang.
“Banyak analisis menggambarkan kondisi mengkhawatirkan tentang pembatasan kebebasan sipil dan penegakan hukum yang cenderung diskriminatif. Perlu refleksi serius terhadap hal tersebut,” kata Prof Imron Cotan saat Webinar Nasional Moya Institute, Rabu (10/1).
Tak kalah penting dipikirkan bersama adalah kondisi kasus korupsi yang masih marak dan belum benar-benar tertangani dengan baik.
Kasus-kasus besar seperti skandal korupsi melibatkan pejabat tinggi negara, kata dia, menandakan praktik rasuah masih menjadi masalah besar. Apalagi, pertumbuhan ekonomi stagnan pada kisaran 5 persen, yang menyulitkan Indonesia keluar dari
middle-income trap.
Selain kebebasan berekspresi dan kasus korupsi, integritas pemilu dan regresi demokrasi juga tidak luput disorot mantan Dubes Indonesia untuk Australia dan China ini.
Persepsi publik terhadap peluang kecurangan pemilu bisa mengikis kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi dan mengancam legitimasi pemerintahan.
"Kekhawatiran yang sama juga dideteksi dunia internasional, seperti tercermin pada artikel-artikel yang diterbitkan oleh
The New York Times, The Guardian, dan lain-lain. Mereka benar-benar mengkhawatirkan fenomena regresi demokrasi Indonesia," tandasnya.
BERITA TERKAIT: