Mahasiswa masih kecewa dan menolak keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden.
Koordinator Pusat BEM Nusantara, Ahmad Supardi, menilai, independensi MK sebagai pelindung konstitusi patut dipertanyakan.
Pasalnya, Nurhadi menilai, keputusan MK saat mengabulkan gugatan usia capres dan cawapres boleh di bawah 40 tahun selama pernah terpilih dalam pemilihan umum termasuk kepala daerah, sarat nuansa kepentingan.
"Kami nyatakan bahwa (putusan MK) itu adalah unsur politik dan intervensi politik yang dilakukan pemerintah pada hari ini," ujar Nurhadi..
Menurut Ardi yang juga menjabat sebagai Presiden Mahasiswa STMIK Jayakarta ini, putusan MK adalah langkah keliru yang menabrak konstitusi.
Dia menduga, ada intervensi dari kepentingan politik lantaran MK terkesan tergesa-gesa dalam mengabulkan gugatan.
"Bahwa putusan tersebut telah keliru bahkan yang kami sayangkan ada 9 hakim disitu, ada 9 hakim, ada tiga hakim menerima, dua hakim menerima dengan alasan yang berbeda, dan empat hakim menolak," terangnya.
"Sudah jelas di situ bahwa ada unsur dan intervensi politik yang dilakukan oleh Ketua MK Anwar Usman untuk kemudian meloloskan gugatan ini," sambungnya.
Terakhir, ditekankan Nurhadi, ada empat orang dari total sembilan hakim konstitusi tak sejalan dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang melonggarnya syarat usia minimum capres-cawapres.
BERITA TERKAIT: