Hal ini disampaikan Yasonna di depan para duta besar negara anggota AALCO dalam acara Breakfast Meeting yang digelar di Jakarta, Senin (2/10).
Pada kesempatan tersebut, Yasonna menegaskan bahwa AALCO sebagai organisasi antar-pemerintah di Asia-Afrika memiliki kekuatan besar untuk menyuarakan kepentingan negara-negara Asia Afrika di berbagai bidang.
AALCO merupakan hasil dari KTT Asia-Afrika yang digelar di Bandung pada tahun 1955. Setahun kemudian, organisasi ini resmi berdiri dan sejak saat itu aktif mendiskusikan isu-isu yang menjadi perhatian negara-negara anggotanya di berbagai bidang seperti hukum internasional, hukum laut, hukum dagang, dan lain-lain.
Pembahasan isu dilakukan melalui forum tahunan (Annual Session) yang digelar di negara anggota AALCO. Tahun ini, The 61st AALCO Annual Session akan digelar di Bali pada 16-20 Oktober 2023.
“AALCO harus bisa menjadi mitra sejajar dengan organisasi global lain yang memiliki posisi tawar kuat. Kekuatan tawar ini menjadi penting agar kita tidak tunduk pada kebijakan yang merugikan kepentingan negara-negara Asia-Afrika,” kata Yasonna.
Beberapa agenda pembahasan utama pada gelaran The 61st AALCO Annual Session antara lain isu-isu terkait pelanggaran hukum internasional di Palestina, isu lingkungan dan pembangunan berkelanjutan, hukum dagang dan investasi internasional, asset recovery, dan hukum laut yang mencakup pula isu illegal fishing.
Terkait
illegal fishing, Indonesia mengajukan
concept note untuk mengkategorikan
illegal fishing sebagai Transnational Organized Crime (TOC) atau kejahatan terorganisir lintas negara.
Selama ini, isu
illegal fishing dipandang sebagai masalah administratif dan bukan masalah hukum. Pada Annual Session kali ini, Indonesia melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mendorong negara-negara anggota AALCO untuk memasukkan illegal fishing sebagai kejahatan terorganisir.
Dampak finansial
illegal fishing di Asia dan Afrika terbilang cukup besar. Kerugian ekonomi akibat
illegal fishing di wilayah ASEAN pada 2019 mencapai US$6 miliar, dimana Indonesia dan Vietnam menjadi negara yang mengalami kerugian terbesar.
Sebuah laporan lain menyatakan illegal fishing mengakibatkan kerugian US$2,3 miliar per tahun di empat negara Afrika, termasuk Gambia dan Senegal yang merupakan negara anggota AALCO.
“Melihat besarnya dampak finansial kegiatan
illegal fishing, kami mengajak negara-negara anggota AALCO untuk memasukkan illegal fishing sebagai sebuah kejahatan terorganisir lintas negara yang bisa dijerat hukum internasional," kata Yasonna.
BERITA TERKAIT: