Rekomendasi ini sejalan dengan arahan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang disampaikan pada pembukaan Rakernas.
“Saya sudah menerima laporan dari Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Rakernas evaluasi haji tahun ini merekomendasikan penerapan syarat Istithaah sebelum pelunasan biaya haji,” ucap Menag Yaqut di Jakarta, Sabtu (9/9).
“Rekomendasi ini selanjutnya akan kita komunikasikan dengan Komisi VIII DPR agar bisa menjadi keputusan bersama,” sambungnya.
Menurut Menag, forum Rakernas telah melakukan kajian dan diskusi sebelum sepakat merekomendasikan syarat istithaah kesehatan ini. Ada sejumlah fakta yang mengemuka dalam rapat komisi, utamanya berkenaan dengan kondisi jemaah pada operasional haji tahun ini.
Misalnya, angka kematian yang relatif tinggi, bahkan paling tinggi dalam 10 tahun terakhir penyelenggaraan haji. Jumlahnya mencapai 773 jemaah pada penutupan operasional haji 4 Agustus 2023. Ini jauh di atas angka kematian haji tahun 2017 yang jumlahnya mencapai 658 jemaah. Bahkan pada 2019, meski kuota haji lebih banyak (231.000), jemaah yang wafat 473 orang.
“Jumlah jemaah yang dirawat di Klinik Kesehatan Haji Indonesia, baik di Makkah maupun Madinah, juga meningkat. Fakta lainnya adalah banyak jemaah yang mengalami demensia dan tidak mandiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Padahal, haji adalah ibadah fisik,” papar Gus Yaqut, sapaan akrabnya.
“Pasal 3 Undang-undang No 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah mengatur pentingnya mewujudkan kemandirian dan ketahanan dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Karena itu, data-data yang ada kami kaji dan bahas bersama hingga muncul rekomendasi terkait penerapan syarat istithaah sebelum pelunasan,” tambahnya.
Sementara itu, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Hilman Latief menambahkan, saat ini sudah ada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 15 Tahun 2016 tentang Istithaah Kesehatan Jemaah Haji. Regulasi ini akan menjadi dasar dalam penerapan syarat istithaah. Nantinya, jemaah melakukan pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu sebelum melakukan pelunasan.
"Pemeriksaan itu mencakup penilaian kesehatan mental dan kemampuan kognitif, ditambah penilaian kemampuan melakukan ADL (Activity Daily Living) secara mandiri," paparnya. "Pemeriksaan kesehatan juga akan mempertimbangkan data riwayat kesehatan jemaah yang bersumber dari rekam medis dengan mengoptimalkan penggunaan Aplikasi Satu Sehat."
Dijelaskan Hilman, Rakernas juga merekomendasikan penyempurnaan redaksi Berita Acara penetapan istithaah kesehatan jemaah haji.
Jemaah yang tidak istithaah akan dibagi dalam dua kategori, tidak istithaah sementara dan tidak istithaah tetap/permanen. Jemaah dengan kategori tidak istithaah sementara misalnya, mereka yang setelah proses pemeriksaan diketahui sedang hamil pada usia kehamilan yang tidak mengizinkannya untuk beribadah haji.
“Ini berarti keberangkatannya ditunda pada musim haji berikutnya. Sementara jemaah dengan sakit kronis, misal cancer stadium tertentu, ditetapkan tidak istithaah permanen,” jelasnya.
Setelah rekomendasi Rakernas ini dikonsultasikan dan ditetapkan sebagai sebuah kebijakan, Kemenag akan melakukan sosialisasi secara luas agar dipahami oleh jemaah haji.
Rakernas Evaluasi Penyelenggaran Haji 1444 H/2023 M diselenggarakan di Bandung pada 6 hingga 9 September 2023. Rakernas ini dihadiri oleh jajaran Ditjen PHU, Kanwil Kemenag Provinsi, Kemenkes, dan instansi terkait lainnya yang terlibat dalam penyelenggaraan ibadah haji. Hadir juga sejumlah narasumber dari Kementerian Agama, Komisi VIII DPR, Pusat Kesehatan Haji, Badan Pengelola Keuangan Haji, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
BERITA TERKAIT: