Penilaian itu disampaikan Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), dr Mahesa Pranadipa, saat diskusi Daring bertajuk 'Menanti Arah Baru Layanan Kesehatan Masyarakat', Sabtu (15/7).
UU 13/2022, kata dia, mengatur hak keterlibatan masyarakat dalam proses peraturan perundang-undangan, yakni organisasi profesi, unsur masyarakat, tenaga kesehatan, serta komponen lain yang memiliki hak sama.
"Kita lihat, hak itu tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Hanya 1 yang dijalankan, yaitu hak didengar. Sedangkan hak untuk dipertimbangkan dan hak untuk mendapat penjelasan tidak terjadi. Kenapa kami sampaikan seperti itu? Karena masih banyak penolakan," tegas Mahesa.
Penolakan dari berbagai organisasi profesi pun meluas hingga ke daerah-daerah. Artinya, sambung dr Mahesa, semua itu bukti nyata penolakan tenaga kesehatan terhadap UU Kesehatan.
"Penolakan bukan hanya dari organisasi profesi saja, organisasi kemasyarakatan seperti PP Muhammadiyah juga menyatakan keberatan dengan RUU Kesehatan, terutama terkait aspek formil pembentukan RUU," katanya.
Seperti diberitakan, DPR telah mengesahkan RUU Kesehatan menjadi UU, dalam Rapat Paripurna DPR RI, di Gedung Nusantara II, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7).
UU itu disetujui enam fraksi, yakni PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Gerindra, PKB, PAN, dan PPP.
Sementara Fraksi PKS dan Demokrat menolak, sedang Partai Nasdem setuju dengan catatan.[
BERITA TERKAIT: