Ida mengatakan, KPU seharusnya bekerja sesuai prinsip hukum yang selaras dalam membuat aturan teknis penyelenggaraan pemilu, terutama mengenai LPSDK.
"KPU harus kerja profesional tertib hukum dan tidak menimbulkan konflik," ujar Ida kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (20/6).
Mantan anggota KPU RI itu menjelaskan, sejak dirinya aktif sebagai penyelenggara Pemilu pada 2014, LPSDK sudah digalakkan dan menjadi instrumen dalam memastikan akuntabilitas sumber keuangan kampanye peserta Pemilu.
Sehingga, dia menyayangkan ketika terkuak rencana KPU menghapus aturan wajib penyerahan LPSDK oleh peserta pemilu di dalam Peraturan KPU (PKPU) tentang Dana Kampanye.
Pasalnya, rencana penghapusan itu justru dibarengi dengan rencana pembuatan petunjuk teknis (juknis) pelaporan dana kampanye peserta Pemilu, yakni berupa imbauan agar pemasukan dana kampanye dilaporkan setiap hari (
daily update).
"KPU itu mesti kerja profesional dalam membuat peraturan. Tidak saling kontradiktif antara peraturan dengan juknisnya. Juknis harus merujuk ke peraturan abstrak di PKPU," tuturnya.
Lebih lanjut, Ida mewanti-wanti KPU tidak membuat juknis yang tidak diatur dalam PKPU. Dalam hal ini terkait
daily update dengan penghapusan aturan wajib LPSDK.
"Ini harus direnungkan kembali oleh KPU soal profesionalitas, tertib hukum. Yang artinya harus sejalur dalam menyusun peraturan dan juknisnya," urainya.
"Kalau tidak, ini bisa menimbulkan konflik dengan peserta pemilu. Karena peserta pemilu tidak diberikan informasi sebelumnya," demikian Ida.
BERITA TERKAIT: