Pasalnya, wewenang menentukan sistem Pemilu ada di wilayah legislatif (DPR) dan eksekutif (presiden), melalui pembentukan Undang-Undang.
Demikian disampaikan anggota Komisi III DPR RI dari Partai Demokrat, Benny K Harman, melalui akun twitter @BennyHarmanID, dikutip redaksi pada Sabtu (3/6).
"Wewenang menentukan sistem Pemilu, apakah pakai nomor urut (tertutup) atau suara terbanyak (terbuka) ada pada pembentuk UU, yakni presiden dan DPR. Bukan wewenang MK. Janganlah MK melanggar konstitusi," tulisnya.
Benny bahkan menyebut, dari 9 fraksi yang ada di DPR, 8 di antaranya menghendaki sistem terbuka.
"Dari 9 fraksi yang ada di DPR, hanya satu fraksi yang menghendaki sistem tertutup, 8 fraksi lainnya konsisten dengan sistem terbuka. Sistem yang menghargai daulat rakyat," katanya lagi.
Di sisi lain, Ketua MK, Anwar Usman, menjawab rumor terkait pengembalian sistem pemilihan umum (Pemilu) menjadi proporsional tertutup.
"Perkara itu belum diputus. Belum dimusyawarahkan," kata Anwar, usai mengikuti upacara Hari Lahir Pancasila, di Lapangan Monas, Jakarta Pusat, Kamis (1/6).
Adik ipar Presiden Joko Widodo itu juga menegaskan, MK bakal mempertimbangkan asas Pemilu yang sesuai harapan.
"Kan baru menyerahkan kesimpulan kemarin, 31 Mei (2023), setelah itu baru ada rapat permusyawaratan hakim untuk menentukan apa keputusannya, tunggu saja," tukasnya.
BERITA TERKAIT: