Hal itu disampaikan pakar hukum tata negara, Denny Indrayana, menanggapi cawe-cawe Presiden Jokowi, dalam talkshow Indonesia Lawyers Club, yang dikutip redaksi, Jumat (2/6).
"Di Amerika, ketika ada upaya menyadap Partai Demokrat, kantor Partai Demokrat dibobol karena ingin dipasangi alat sadap di masa kampanye, itu langsung memicu proses impeachment kepada Presiden Richard Nixon," urai Denny.
Namun ia mengaku heran dengan kejadian serupa di Indonesia, justru bebas dari ancaman hukuman pemakzulan.
"Ada langkah untuk menggondol partai, mengambilalih Partai Demokrat," sambungnya.
Menurut Denny, upaya menggondol Partai Demokrat dilakukan Jokowi melalui tangan Kepala KSP, Moeldoko, yang mengajukan PK gugatan sengketa kepengurusan parpol di MA.
Lebih jauh, ia memandang manuver Jokowi dan kroconya itu dalam rangka menghambat salah satu kontestan calon Pilpres 2024 yang bukan barisan rezim.
"Presiden Jokowi melalui tangan Kepala KSP-nya (Moeldoko) mengambilalih Partai Demokrat demi membatalkan pencalonan Anies Baswedan," tuturnya.
Karena itu, Denny menilai, Jokowi patut diberi sanksi keras seperti kejadian Presiden AS Richard Nixon.
"Itu bukan hanya pelanggaran etika. Itu termasuk kejahatan yang dalam konteks hukum tata negara bisa menjadi pemakzulan, pemberhentian presiden," ucapnya.
"Karena itu, cawe-cawe yang seperti ini, menggunakan instrumen hukum," tambah Denny.
BERITA TERKAIT: