Peneliti LSI Denny JA, Adjie Alfaraby mengurai bahwa per Mei 2022 lalu, elektabilitas Ganjar sempat menunjukkan trend menanjak. Kala itu, elektabilitasnya masih di angka 27,9 persen dan masih di bawah capres dari Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR), Prabowo Subianto.
Elektabilitas Ganjar kemudian naik hingga puncaknya terjadi pada Januari 2023, yaitu sebesar 37,8 persen. Namun pada Mei 2023, elektabilitas Ganjar Pranowo turun di angka 31,9 persen.
Adjie mengurai ada tiga alasan mengapa dukungan terhadap Ganjar Pranowo menurun. Pertama, karena muncul persepsi Ganjar Pranowo bukan tipe pemimpin yang kuat. Statusnya sebagai “petugas partai” dinilai telah melemahkan persepsi personal Ganjar Pranowo. Ini lantaran Ganjar tidak akan bisa mengambil keputusan secara independen karena harus meminta restu ketum partainya.
“Bahkan, dalam FGD LSI Denny JA, ada yang menyatakan bahwa Ganjar Pranowo hanyalah capres boneka,” ujarnya di Jakarta, Jumat (19/5).
Kedua, Ganjar Pranowo dinilai buruk dalam menangani masalah kemiskinan di Jawa Tengah. Ini lantaran Jawa Tengah menjadi provinsi kedua termiskin di Pulau Jawa. Kemiskinan di Jawa Tengah pada 2022 mencapai 10,98 persen. Bahkan, angka kemiskinan di Jawa Tengah melampaui rata-rata angka kemiskinan nasional yang pada 2022 sebesar 9,57 persen.
“Ganjar dipersepsikan gagal menangani kemiskinan yang menjadi salah satu isu penting dan prioritas bagi publik. Jika menangani kemiskinan di satu provinsi Jawa Tengah saja dianggap gagal, bagaimana bisa sukses menyejahterahkan 38 provinsi di Indonesia?” sambung Adjie.
Sementara alasan ketiga adalah efek negatif dari kegagalan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Efek negatif didapat lantaran Ganjar memberi pernyataan menolak keikutsertaan Israel sebagai peserta Piala Dunia U-20.
Survei LSI Denny JA menunjukan, 72 persen publik menyatakan kecewa gagalnya Indonesia sebagai tuan rumah. Dari mereka yang menyatakan kecewa, Ganjar Pranowo dianggap sebagai orang yang paling disalahkan atas gagalnya Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20.
“Mayoritas publik Indonesia yang penggemar bola juga mendukung kemerdekaan Palestina. Tapi mengorbankan kepentingan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20, dengan tak mau menerima tim Israel bermain di sini, sementara Dubes Palestina di Indonesia saja bisa memahami, itu adalah nasionalisme yang lebay,” terangnya.
BERITA TERKAIT: