Sikap ambigu ini, disampaikan politik dari Citra Institute, Efriza, terlihat dari pernyataan Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh, yang tidak akan memecat Johnny Plate lantaran proses hukum masih berjalan.
Namun di sisi lain, Surya Paloh menyentil Kejaksaan Agung (Kejagung) yang memproses hukum Johnny Plate, dengan meminta pembuktian adanya kerugian negara hingga Rp 8 triliun akibat kasus ini.
"Sikap Nasdem yang ambigu ini malah dapat mengiring kekecewaan masyarakat semakin tinggi kepada partai ini," ujar Efriza kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (18/5).
Akibat kasus Johnny Plate ini, Efriza memprediksi persepsi masyarakat terhadap Nasdem akan berubah. Sebab Nasdem bisa dianggap melindungi koruptor, tidak becus membina kader-kadernya dan mengurus institusinya.
"Posisi Partai Nasdem akan mengalami penurunan elektabilitas secara kepartaian," tuturnya.
Maka dari itu, pernyataan Surya Paloh yang meminta Kejagung membuktikan kasus dugaan korupsi Johnny Plate, justru terkesan sebagai berkoar-koar untuk menarik simpati masyarakat.
"Tentu ini akan membuat masyarakat tidak mempercayai partai ini. Korupsi bagi masyarakat adalah penyakit kronis di negeri ini," jelasnya.
Lebih lanjut, dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Sutomo ini mendorong Nasdem dan Surya Paloh untuk menyatakan sikap berseberangan dengan pemerintahan saat ini.
Dengan demikian, Nasdem yang telah mendukung Anies sebagai sosok yang dikenal oposisi pemerintahan Jokowi, akan bisa menjaga peluang kemenangannya pada Pemilu Serentak 2024.
"Sikap yang terbaik yang bisa menguatkan konsolidasi pemilih dan pendukung Anies maupun koalisi perubahan adalah, Nasdem menyatakan diri keluar dari pendukung pemerintah," paparnya.
"Daripada menggerutu dari kejadian proses hukum terhadap Johnny G Plate yang juga Sekjen Nasdem," demikian Efriza.
BERITA TERKAIT: