Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin agar pemerintah untuk menghitung secara saksama untung rugi serta relevansi megaproyek transportasi darat ini. Apakah megaproyek ini terhubung dengan posisi Bandung sebagai Kota administrasi dari sebuah provinsi.
Pandangan Sultan, dengan biaya yang terus membengkak dan konsensi yang lama memunculkan pertanyaan apakah proyek ini hanya untuk menghubungkan dua ibu kota provinsi semata.
"Sehingga kami mengusulkan sebaiknya pemerintah memindahkan Ibu kota negara (IKN) baru dari Kalimantan timur ke Bandung Jawa Barat,†ujar Sultan melalui keterangan tertulisnya, Kamis (13/4).
Wacana dan persiapan Bandung sebagai IKN, kata Sultan, sesungguhnya telah direncanakan sejak masa Hindia Belanda. Apalagi, di masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo Jawa Barat telah disiapkan dua proyek infrastruktur yang belum difungsikan secara optimal yakni Bandara internasional Kertajati dan kereta cepat pertama di Indonesia.
Menurutnya, pemerintah belum terlambat untuk mengevaluasi kembali keputusan memindahkan IKN dari Jakarta ke Penajam Paser Utara Kalimantan Timur. Tujuannya, untuk mendongkrak tingkat kemanfaatan kedua megainfrastruktur tersebut.
"Saya kira banyak kawasan strategis dengan topografi dan kontur menarik di sekitar Bandung Raya yang sesuai untuk kebutuhan pembangunan gedung dan perkantoran pemerintahan pusat. Dataran tinggi Parahyangan memiliki semua alasan untuk dijadikan sebagai kawasan inti IKN,†demikian Sultan Najamudin.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan hasil pertemuannya dengan Cina soal pembengkakan biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Dia berujar kedua negara sudah menyepakati
cost overrun sebesar 1,2 miliar Dolar AS.
Di sisi lain, Dirjen Perkeretaapian Kemenhub Risal Wasal mengatakan, izin konsesi Kereta Cepat Jakarta-Bandung juga diperpanjang dari 50 tahun menjadi 80 tahun.
BERITA TERKAIT: