Utamanya, dari Wali Kota Depok Mohammad Idris, yang tegas membantah tudingan itu. Kata dia, predikat kota intoleran yang disematkan pada Kota Depok tidaklah sesuai dengan kenyataan yang ada.
"Dalam suasana damai di Kota Depok yang saya rasakan bersama warga, kita bisa minta statement atau realitanya langsung dari teman-teman FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama), apakah memang ada diskriminasi?†kata Idris.
Selain Idris, kesangsian atas status kota intoleran pada Kota Depok juga disuarakan pegiat HAM Natalius Pigai. Bahkan, dia memandang penyematan itu sebagai hoax.
Pigai menyebutkan, sebagai umat Kristen yang sudah 23 tahun tinggal di Kota Depok, dia tidak pernah mengalami kejadian tidak menyenangkan dalam bersosialisasi dan beribadah.
"Setara Institute hoax. Saya 23 tahun di Depok. Kami ibadah, orang Islam jualan dan jaga," ujar Pigai dalam cuitan di Twitter, Rabu (12/4).
Kata Pigai lagi, di Kota Depok tidak pernah ada permasalahan dalam membangun gereja. Bahkan, ada banyak gereja berdiri di kota itu.
"Depok ini kota dengan jumlah gereja terbanyak di Indonesia, kira-kira 200 gereja dan 7 Paroki Besar," tandasnya.
BERITA TERKAIT: