Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Sudah Tidak Relevan, Bawaslu Dorong KPU Revisi Aturan Kampanye 


 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Senin, 10 April 2023, 19:55 WIB
Sudah Tidak Relevan, Bawaslu Dorong KPU Revisi Aturan Kampanye 

Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja/RMOL
rmol news logo Keberadaan aturan teknis dari Komisi Pemilihan Umum(KPU), mengenai pelaksanaan sosialisasi partai politik (parpol) peserta Pemilu Serentak 2024, dinilai urgent oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, mendorong KPU untuk merevisi aturan sosialisasi yang ada di Peraturan KPU (PKPU) 33/2018 tentang Kampanye.

Menurutnya, regulasi yang digunakan pada Pemilu Serentak 2019 silam itu, sudah tidak relevan dipakai untuk hari ini.

Pasalnya, ada perbedaaan mencolok mengenai masa kampanye dan masa sosialisasi pelaksanaan Pemilu Serentak 2019 dengan Pemilu Serentak 2024.

Ia menyebutkan, pada Pemilu Serentak 2019 masa kampanye dibuat lebih panjang, yaitu 7 bulan. Sementara pada Pemilu Serentak 2024, kampanye hanya dibuat kurang lebih 2 bulan.

Akibat masa kampanye Pemilu Serentak 2024 yang hanya 2 bulan, Bagja tak bisa memungkiri jika muncul sejumlah kejadian yang mengindikasikan tindak pidana pemilu.

Sebagai contoh, ia mengungkit kejadian bagi-bagi amplop berlogo parpol peserta Pemilu Serentak 2024, di beberapa masjid di Sumenep, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.

Ia mengklaim, kesimpulan Bawaslu tidak bisa melanjutkan proses hukum kejadian bagi-bagi amplop di Sumenep itu, disebabkan keterbatasan regulasi teknis yang dibuat KPU.

“Karena aturan untuk penyelenggaraan pemilu itu ada (pada) Peraturan KPU utamanya. Ada pada PKPU, bukan pada Perbawaslu,” ujar Bagja kepada wartawan, Senin (10/4).

Bagja ingin menegaskan, PKPU 33/2018, yang pada Pasal 25 dinyatakan bahwa terdapat dua metode untuk parpol melakukan sosialisasi, malah membuat Bawaslu tidak bisa menindak dugaan pidana pemilu.

Sehingga ia memandang, kritik publik terhadap Bawaslu yang tidak memproses dugaan pidana pemilu dalam kejadian bagi-bagi amplop di Sumenep, tidak bisa juga sepenuhnya menyalahkan Bawaslu.

“Perbawaslu adalah cara menegakkannya, tapi materiilnya itu sudah diatur pada PKPU,” sambungnya menegaskan.

Adapun bunyi Pasal 25 ayat (2) PKPU 33/2018 terkait metiode sosialisasi parpol adalah sebagai berikut:

(2) Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan sosialisasi dan pendidikan politik di internal Partai Politik, dengan metode: a. pemasangan bendera Partai Politik Peserta Pemilu dan nomor urutnya; dan b. pertemuan terbatas, dengan memberitahukan secara tertulis kepada KPU dan Bawaslu paling lambat 1 (satu) hari sebelum kegiatan dilaksanakan.

Oleh karena terbatasnya pengaturan sosialisasi dalam PKPU 33/2018 tersebut, Bagja menilai perlu ada pembaharuan aturan teknis dari KPU. Apalagi menurutnya, di masa ramadhan dan hari raya idul fitri nanti, berpotensi munculnya bagi-bagi amplop berkedok sedekah atau zakat.

“(Yang berkedok sedekah atau zakat itu masuk kategori) pelanggaran administrasi.(Kalau dibilang) curi start kampanye agak sulit,karena kampanye itu adalah meyakinkan para pemilih yang disertai dengan visi misi program kerja dan citra diri,” urainya.

“Jika itu (hal-hal yang disebut kampanye) dilakukan full, maka itu disebut curi start kampanye. Tapi kalau hanya salah satunya saja, itu sulit dikatakan kampanye,” demikian Bagja menambahkan. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA