Demikian antara lain pendapat pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago soal polemik sistem proporsional terutup dan terbuka ramai diperbincangkan.
Menurut Pangi, kompleksitas dan realitas sistem pemilu proporsional terbuka cenderung terkesan melemahkan partai politik.
"Sistem proportional terbuka kekuatan ada pada figur kandidat populis, melemahkan partai politik, tidak ada pembelajaran dan tidak menghormati proses kaderisasi di tubuh partai politik. Sementara proporsional tertutup menguatkan institusi kelembagaan partai politik,†ujar Pangi, Senin (9/1).
Dia mengatakan, ada beberapa alasan terkait sistem pemilu proporsional terbuka mampu melemahkan bahkan merusak partai politik. Contoh konkritnya, jelas Pangi, ketika tidak ada caleg yang benar-benar kampanye mengunakan visi dan misi yang telah disusun partai.
"Masing-masing caleg berkampanye dengan cara, tema dan narasinya sendiri-sendiri. Bagaimana berpikir untuk menang mengalahkan caleg sesama kader di internal partai, bukannya berkompetisi dengan partai lain," tegasnya.
Sistem proporsional terbuka juga cenderung menyebabkan pemilih memilih figur kandidat ketimbang tuntutan partai, serta lebih mengandalkan figur ketimbang menguatkan sistem kepartaian. Sistem itu diduga menyebabkan salah satu alasan rendahnya party-ID. Hanya 13,2 persen pemilih yang merasa dekat baik secara ideologis maupun secara psikologis dengan partainya,
"Dugaan saya, salah satu penyebab rendahnya party-ID karena penerapan sistem pemilu proporsional terbuka, sepanjang tetap memakai sistem proporsional terbuka, maka selama itu persentase party-ID di Indonesia tetap rendah,†demikian Pangi.
BERITA TERKAIT: