Ketua Fraksi PAN DPR RI, Saleh Partaonan Daulay mengurai sejak 2008, sistem pemilu yang dipakai adalah proporsional terbuka. Sistem tersebut diberlakukan sebagai bentuk ketaatan kepada putusan MK tanggal 23 Desember 2008 yang menyatakan bahwa Pasal 214 huruf a, b, c, d, dan e tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Dengan begitu, MK menyatakan bahwa sistem pemilu yang digunakan adalah sistem suara terbanyak.
Menurutnya, keputusan MK itu sudah benar dengan bukti sudah dipakai berulang kali dalam pemilu Indonesia. Setidaknya pada pemilu 2009, 2014, dan 2019. Sejauh ini tidak ada kendala apa pun.
"Masyarakat menerimanya dengan baik. Partisipasi politik anggota masyarakat juga tinggi. Sebab, dengan sistem itu, siapa pun berpeluang untuk menang. Tidak hanya yang menempati nomor urut teratas,†kata Saleh kepada wartawan, Jumat (30/12).
Anggota Komisi IX DPR RI ini menuturkan, pertimbangan majelis hakim konstitusi ikhwal sistem penetapan anggota legislatif berdasarkan anggota nomor urut bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat telah dijamin konstitusi.
"Hal tersebut merupakan pelanggaran atas kedaulatan rakyat. Sebab, kehendak rakyat yang tergambar dari pilihan mereka tidak diindahkan dalam penetapan anggota legislatif,†katanya.
Oleh karenanya, pihkanya berharap para hakim konstitusi tetap konsisten dengan putusan yang sudah pernah dibuat sebelumnya.
"Ini penting untuk menjaga wibawa dan kepercayaan masyarakat kepada lembaga peradilan kita. Terutama kepada Mahkamah Konstitusi yang lebih dikenal sebagai
the guardiance of the constitution,†tutupnya.
BERITA TERKAIT: