Salah satunya, seperti disampaikan pegiat media sosial milenial Cania Cita Irlanie saat menghadiri diskusi bertajuk "Muda Memimpin, Bincang Ulang
Presidential Threshold dan Batas Minimal Usia Presiden", di Jakarta, Rabu (26/10).
Cania mengaku sepakat bahwa angka ambang batas yang kini dipatok 20 persen perlu ditinjau ulang. Setidaknya, disamakan dengan ambang batas lolos parlemen atau
parliamentary threshold 4 persen.
"Yang udah melampaui
parliamentary threshold, harusnya udah bisa nyalon. Dan sebenernya
gue juga termasuk yang pro dengan adanya jalur independen," ujar Cania.
Cania mengatakan, tingginya ambang batas sangat membatasi figur untuk berkontestasi. Belum lagi, untuk yang berusia muda di mana ada syarat khusus bagian usia minimal/
"
Gue gak bilang ini melimitasi pemuda secara persis sih. Tapi kaya justru melimitasi partisipasi semua orang aja sih. Opsinya lebih terbatas," ternagnya.
Hal senada juga disampaikan Dinno Ardiansyah, selaku pimpinan Centenialz. Realita saat ini, katanya, kaum muda hanya dijadikan
vote getter oleh para politisi tua yang
established.
"Selama ini, kata muda dan milenial dijadikan jargon dan komoditas, tapi keberpihakan sejatinya, jauh panggang dari api," katanya.
"Katanya kita pro anak muda, tapi yang boleh jadi pemimpin, harus usia 40 dulu. Apakah ini bukan hipokrit?" imbuhnya.
Mantan Presiden BEM Trisaksi itu juga menyampaikan bahwa ambang batas 20 persen dan batas minimal usia presiden itu anti progresifitas.
"Itu jelas nggak pro kaum muda, dan menutup ruang para puteri bangsa muda yang potensial untuk manggung sebagai pemimpin negeri," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: