Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Selama Ketimpangan Penguasaan Tanah dan Konflik Agraria Tak Selesai, Pembangunan IKN Nusantara akan Sia-sia

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Senin, 14 Maret 2022, 14:25 WIB
Selama Ketimpangan Penguasaan Tanah dan Konflik Agraria Tak Selesai, Pembangunan IKN Nusantara akan Sia-sia
Kepala Advokasi Kebijakan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Roni Septian/Repro
rmol news logo Niat pemerintah memindahkan dan membangun ibukota negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur (Kaltim) tak lantas mendapat dukungan penuh dari rakyat. Terutama masih timpangnya penguasaan tanah di wilayah tersebut.

Berdasarkan temuan 19 organisasi masyarakat yang tergabung di dalam Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA), masih banyak masalah fundamental dari proses pemindahan dan pembangunan IKN Nusantara.

Salah satu organisasi yang tergabung di dalam KNPA, yakni Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), memaparkan hasil temuannya mengenai masalah fundamental pemindahan IKN Nusantara dalam jumpa pers virtual bertajuk "Pemindahan IKN Sarat Masalah, Tidak Menjawab Persoalan Struktural", Senin (14/3).

Kepala Advokasi Kebijakan KPA, Roni Septian menjelaskan, KNPA terdiri dari KPA, Walhi, AMAN, API, SPI, IHCS, KontraS, Solidaritas Perempuan, Kiara, Bina Desa, Sawit Watch, JKPP, Sajogyo Institute, HuMa, RMI, TuK Indonesia, Pusaka, Elsam, BRWA.

Pada intinya, 19 organisasi tersebut sepakat bahwa pemindahan IKN ke Kaltim oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo tak menyelesaikan dua persoalan mendasar di wilayah yang akan dibangun.

Persoalan pertama, dipaparkan Roni, mayoritas masyarakat di Kaltim tak mendapat penguasaan tanah yang lebih besar ketimbang perusahaan tambang.

"Berdasarkan data BPS 2018, terdapat 90 ribu lebih kepala keluarga petani yang menguasai tanah kurang dari satu hektar. Artinya satu keluarga petani itu lebih rendah dibanding penguasaan tanah tambang yang luasnya 5,2 juta hektar," ujar Roni.

"Artinya ada masalah ketimpangan di dalamnya, sehingga ketika pemerintah mengagendakan membangun IKN baru, masalah ketimpangannya akan diselesaikan semacam apa?" sambungnya.

Belum lagi terdapat tumpang tindih klaim konsesi izin pegelolaan lahan yang menyebabkan konflik agraria di lapangan. KPA mencatat, dalam lima tahun terakhir muncul kurang lebih 30 konflik agraria seluas 64 ribu hektare di Kaltim.

"Artinya statement presiden kemarin, masalah di Kaltim adalah masalah maraknya jual beli individu dan itu perlu ditertibkan, itu sangat keliru," imbuhnya.

Menurut Roni, sumber persoalan agraria di Kaltim yang selama ini muncul bukan dari rakyat. Tapi ada masalah yang fundamental yaitu masalah ketimpangan penguasaan tanah dan masalah konflik agraria yang tak kunjung bisa diselesaikan pemerintah hingga hari ini.

"Jadi ketika pemerintah tidak menyelesaikan konflik, pengakuan masyarakat adat, petani, perempuan, dan masyarakat di pedesaan, dan tidak melakukan upaya redistribusi tanah, tidak mengembalikan fungsi lingkungan hidup sebagaimana mestinya, maka pembangunan IKN akan sisa-sia," tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA