Hanya saja, mantan Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Amin Soebandrio menyampaikan, lima opsi tersebut masih dipandang belum cukup baik bagi peneliti-peneliti andal Eijkman.
“Jadi oleh BRIN ditawarkan ada lima pilihan, tentu opsi itu namanya juga opsi pilihan buat sebagian orang bisa tetap membutuhkan proses,†ucap Amin ketika berbincang dengan
Kantor Berita Politik RMOL, Senin (3/1).
Adapun opsi pertama yang ditawarkan BRIN yakni, para peneliti dijadikan aparatur sipil negara (ASN). Amin mengatakan, para peneliti atau periset sebagai profesional tidak bisa dijadikan ASN.
"Yang pertama itu, ASN. Yang pasti para peneliti itu bukan ASN jadi enggak bisa masuk ke situ,†katanya.
Opsi kedua yaitu melanjutkan pendidikan tinggi. Menurutnya, hal itu tidak cukup untuk menjadikan para penelitii melakukan inovasinya dalam bidang riset jika semua harus melakukan pendidikan kembali.
"Kalau semuanya sekolah, enggak ada yang bisa kerja nanti. Jadi ada yang belum dapat giliran untuk sekolah jadi enggak bisa masuk ke situ enggak bisa masuk kriteria,†tuturnya.
Selanjutnya, opsi yang diberikan BRIN adalah menjadikan para peneliti andal tersebut sebagai operator di sebuah laboratorium. Hal ini dikatakan Amin kurang bisa diterima, lantaran para peneliti di Eijkman merupakan peneliti andal yang seharusnya melakukan peneliti dan riset bukan sekadar menjadi operator.
Opsi keempat yakni, lanjut Amin, honorer periset yang S3 bisa melanjutkan studi dengan skema
by research and research assistenship (RA).
“Sementara yang tidak tertarik bisa melanjutkan ke laboratorium Cibinong,†imbuhnya.
Terakhir, kata Amin, akan diambil oleh RSCM sebagai peneliti. Hal ingin mengingat Gedung Eijkman akan dikelola oleh pihak RSCM.
“Ada opsi lagi tidak bisa diangkat, akan diambil oleh RSCM katanya, dijadikan peneliti, karena kan gedung Eijkman akan diambil oleh RSCM, nanti mereka akan dipekerjakan di sana juga tapi kan enggak semuanya dipekerjakan di situ pasti kan akan diseleksi,†terangnya.
Dari kelima opsi tersebut, bagi Amin, kurang cocok bagi para peneliti andal milik Indonesia tersebut.
Dia menyarankan agar para peneliti memikirkan untuk mencari opsi ke enam dengan bekerja di tempat lain yang lebih bisa menghormati para peneliti.
"Mereka mau enggak mau harus mencari opsi ke enam dan ketujuh, cari tempat pekerjaan yang lain. Malah saya mendorong mereka kalau sudah ada tawaran atau mau menampung, silahkan,†tandasnya.