Sejauh ini dukungan terus mengalir untuk menghapus Presidential Threshold 20 persen. Terbaru, dukungan datang dari Badan Musyawarah Islam Wanita Indonesia (BMIWI).
Wasekjen Badan Musyawarah Islam Wanita Indonesia (BMIWI), Eneng Humairoh menegaskan, ia mendukung penuh wacana
presidential threshold 0 persen.
"
Presidential Threshold 0 persen merupakan wujud dari demokrasi berkeadilan," katanya, Minggu (19/12).
Eneng menjelaskan, dirinya sebagai wakil dari federasi ormas Islam wanita, sepakat dengan penetapan ambang batas 0 persen.
Selain kebijakan yang tertuang di dalam UU 7/2017 tentang Pemilu mengerdilkan nilai-nilai demokrasi, Eneng menilai telah mengebiri kepemimpinan nasional.
"Arogansi menjadi otoritas dalam menetapkan calon pemimpin. Sedangkan pluralitas bangsa tidak mungkin terwakili oleh kehendak salah satu partai politik. Sebab faktanya, banyak suara terbuang pada saat Pilpres karena dinilai calon pemimpin tidak ada yang layak untuk dipilih," tegas dia.
Untuk melawan arogansi dalam politik, Eneng berpendapat, Indonesia memerlukan sosok yang berani dalam menyuarakan kebenaran.
Sosok yang memiliki kekuatan yang berimbang, independen serta memilih jalan radikal dalam menyampaikan gagasan.
Ia mengaku tidak bisa membayangkan, jika tidak ada sosok segencar dan konsisten seperti LaNyalla yang menggaungkan isu nol Persen Presidential Threshold.
Dalam pandangan Eneng, demokrasi hanya akan menjadi milik sebagian elite politik partai-partai besar.
Ia berpendapat, 20 persen
presidential threshold akan melanggengkan segelintir elite pada Pilpres 2024 yang akan datang.
Dikatakannya, bunyi pasal yang dapat memberangus munculnya pemimpin yang diharapkan rakyat terletak pada pasal 222 UU Pemilu.
Dalam aturan tersebut dijelaskan, "Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya."
Berangkat dari aturan tersebut, Eneng menilai, sangat tidak ada kemungkinan calon non partai politik atau calon independen atau tokoh lain yang pantas memimpin bangsa ini kecuali yang berasal dari partai politik atau orang yang diusung partai politik.
BERITA TERKAIT: