Kebijakan ini penting dilakukan agar pasokan batubara untuk kebutuhan industri dalam negeri, utamanya kebutuhan pembangkit listrik, terjamin.
Demikian disampaikan anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menyikapi adanya kebijakan DMO, Jumat (19/11).
Legislator PKS itu menegaskan, Pemerintah jangan mau tunduk pada kepentingan pengusaha yang minta penghapusan kebijakan DMO.
"Sampai hari ini, DMO adalah instrumen yang terbukti sangat efektif untuk mengimplementasikan kebijakan umum energi nasional, yakni menjadikan sumber daya energi bukan sekadar sebagai komoditas ekonomi yang diekspor untuk mendapatkan pemasukan negara, tetapi untuk mendukung pembangunan nasional," kata Mulyanto.
"Kebijakan energi kita tidak menjadikan sumber daya energi, seperti batubara, minyak, gas, dll. sebagai komoditas ekonomi yang dikeruk sekedar untuk meningkatkan devisa negara. Tapi yang utama sebagai sumberdaya penunjang penyelenggaraan pembangunan nasional," imbuhnya
Mulyanto menambahkan, DMO adalah upaya Pemerintah untuk menjamin pasokan batubara bagi keperluan domestik, baik dari segi volume maupun harga.
Dari sisi harga, DMO adalah sebentuk “subsidi†di sisi hulu bagi ketahanan energi nasional. Karena harga batubara DMO untuk listrik umum hanya sebesar USD 70 per metrik ton.
Padahal harga batubara internasional sempat meroket menembus angka USD 267 per metrik ton.
"Bayangkan bila tanpa DMO, tarif listrik atau subsidi listrik akan melonjak 3 kali lipat. Dengan ketentuan DMO saja, masih banyak perusahaan batubara yang nakal, yang cari untung lebih, dengan mengalokasikan batubara untuk kebutuhan dalam negeri kurang dari 25 persen produksinya. Bagaimana bila tidak ada DMO?" ujarnya.
Mulyanto mengungkapkan dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR RI dengan Kementerian ESDM, Senin (15/11) diketahui ternyata dari 500-an perusahaan batu bara, hanya 85 perusahaan yang patuh pada aturan ini.
Jadi alih-alih dihapus, kata Mulyanto, pemerintah harusnya konsisten menegakkan aturan DMO ini. Tidak cukup sekadar denda, yang tidak seberapa dan dapat ditutup oleh produsen batubara dari keuntungan ekspor.
Mulyanto meminta pemerintah berpihak kepada rakyat, apalagi pandemi Covid-19 hingga saat ini belum berakhir.
"Perlu sanksi yang lebih tegas lagi misalnya pelarangan ekspor, pengurangan kuota produksi atau kalau perlu pencabutan izin produksi. Pemerintah jangan lembek terhadap taipan batubara, yang keuntungannya berlipat-lipat saat harga batubara melejit," katanya.
Mulyanto menyebutkan, ketentuan DMO ini cocok dengan semangat keputusan MK terkait UU 4/2020 tentang Minerba, dimana MK membatalkan pasal yang “menjamin†perpanjangan secara otomatis PKP2B atau KK yang habis masa izinnya.
Artinya, PKP2B atau KK yang melanggar ketentuan DMO selayaknya tidak diperpanjang izin produksinya oleh Pemerintah.
BERITA TERKAIT: