Dijelaskan pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Aceh, Taufiq A Rahim, LKPJ APBA 2020 ini diterima Kemendagri melalui Keputusan Mendagri Nomor 903-4119 Tahun 2021 tertanggal 17 September 2021.
Hal ini mengacu kepada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, tentang Pemerintah Daerah. Semestinya, lanjut Taufiq, juga mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, lantaran menyangkut pengelolaan keuangan negara.
"Pada prinsipnya APBA 2020 itu adalah uang negara, yang juga notabene berasal dari rakyat. Sesungguhnya kedaulatan dan kekuasaan politik itu di tangan rakyat," kata Taufiq kepada
Kantor Berita RMOLAceh, Senin (27/9).
Ditambahkan Taufiq, dalam kasus APBA 2020, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) sebagai representasi politik rakyat Aceh, yang merupakan salah satu fungsi pengawasannya (kontrol), secara resmi menolak LKPJ Gubernur Aceh terhadap APBA 2020.
Namun demikian, Kemendagri ternyata menerima LKPJ APBA 2020 dan menyempurnakannya melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Laporan Pertanggungjawaban Anggaran (LPJA) 2020, untuk segera dilakukan register.
"Hal ini jelas sangat mengecewakan rakyat Aceh, Kemendagri cenderung mengadu domba elite politik Aceh, yang seharusnya menghargai fungsi pengawasan DPRA terhadap penggunaan uang negara dari APBA yang banyak penyimpangan, penyelewengan anggaran, banyak catatan temuan penyimpangan dari BPK-RI dan BPKP Aceh, termasuk penggunaan anggaran dana refocusing Covid-19 Rp 2,3 triliun," bebernya.
Kebijakan ini dinilai Taufiq akan semakin mempertajam potensi konflik kepentingan politik anggaran belanja publik. Sehingga diduga ada 'hidden agenda' dari Kemendagri RI dengan cara membenarkan, membiarkan perilaku politik penyimpangan dan manipulasi anggaran yang salah, tidak tepat sasaran dan kekuasaan penggunaan anggaran belanja publik oleh Gubernur Aceh.
"Sangat disayangkan dan miris, jika ini terus berlanjut dan dibiarkan. Pemerintah Aceh terus dengan kesewenangannya menyalahgunakan APBA dapat berpotensi menciptakan konflik politik dari anggaran publik. Maka sangat jelas ada upaya adu domba antara legislatif dan eksekutif sebagai elite politik Aceh," ucapnya.
Taufiq menambahkan, tidak adanya fungsi pengawasan yang semestinya dijalankan oleh DPRA terhadap penggunaan uang rakyat dari APBA 2020, merupakan usaha pembangkangan terhadap kesewenangan penggunaan anggaran belanja. Ironisnya, semua secara politik diterima serta disetujui Kemendagri RI.
"Ini artinya ada pembiaran yang dilakukan terhadap kesalahan dan penyimpangan penggunaan APBA, semua dengan keputusan politik Kemendagri RI. Jika Pemerintah Pusat menerimanya, semua kesalahan dan penyimpangan dapat dianulir secara politik, yang penting asal pemerintah pusat senang," tandasnya.
BERITA TERKAIT: