Berdasarkan penelusuran
Kantor Berita Politik RMOL, Herman Herry yang kini menjabat Ketua Komisi III DPR RI melaporkan LHKPN terakhir pada 2018 lalu. Laporan terakhir tersebut juga saat menjadi calon anggota DPR RI.
Artinya, selama dua tahun terakhir yaitu 2019 dan 2020, Herman Herry belum menyerahkan LHKPN ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pada LHKPN 2018, Herman Herry memiliki harta sebanyak Rp 418 miliar lebih, atau tepatnya sebesar Rp 418.066.153.371.
Harta tersebut terdiri dari harta tanah dan bangunan senilai Rp 125.873.060.623 yang terdiri dari 46 bidang tanah dan bangunan.
Selanjutnya, harta alat transportasi dan mesin senilai Rp 350 juta terdiri dari mobil Nissan Terrano Jeep tahun 2002 hasil sendiri seharga Rp 75 juta; dan mobil Pajero Jeep tahun 2013 hasil sendiri seharga Rp 275 juta.
Kemudian, harta bergerak lainnya senilai Rp 113.467.032.420; surat berharga senilai Rp 60.291.687.500; kas dan setara kas senilai Rp 84.833.048.064; harta lainnya senilai Rp 94.773.090.797.
Sehingga, total harta yang dimiliki Herman Herry sebesar Rp 479.587.919.404. Akan tetapi, Herman Herry tercatat memiliki utang sebesar Rp 61.521.766.033.
Dengan demikian, harta yang dimiliki Herman Herry setelah dikurangi utang yaitu sebesar Rp 418.066.153.371.
LHKPN 2018 milik Herman Herry tersebut telah dinyatakan lengkap berdasarkan verifikasi pada 20 Mei 2019.
Nama Herman Herry berulang kali muncul di persidangan sebagai fakta persidangan maupun pertimbangan Majelis Hakim saat memvonis para pelaku perkara bansos. Yaitu, Juliari Peter Batubara selaku mantan Menteri Sosial, Adi Wahyono selaku kuasa pengguna anggaran (KPA) pengadaan bansos sembako Covid-19, dan Matheus Joko Santoso selaku pejabat pembuat komitmen (PPK).
Dalam pertimbangan-pertimbangan sesuai dengan fakta keterangan saksi-saksi maupun bukti yang ada, Majelis Hakim membeberkan keterlibatan Herman Herry.
Di mana, Menjelang pelaksanaan bansos tahap 3, Adi dipanggil oleh Muhammad O. Royani selaku Sesditjen LinJamsos di ruang kerjanya yang mana Ivo Wongkaren telah ada di dalam ruangan tersebut.
Pada pertemuan tersebut, saksi M. O. Royani menyampaikan bahwa pengadaan bansos sembako di Botabek pelaksanaannya oleh PT Anomali Lumbung Artha dengan penanggungjawab Ivo Wongkaren dan Tedy Muhammad.
Beberapa hari kemudian, Ivo Wongkaren dan Tedy Muhammad dan Stafnya datang ke ruangan Adi untuk memaparkan aplikasi distribusi bansos sembako.
"Padahal pada waktu itu PT Anomali Lumbung Artha belum ditunjuk sebagai penyedia," ujar Hakim Anggota Joko Subagyo saat membacakan pertimbangan sebelum menyampaikan vonisnya pada, Rabu siang (1/9).
Kemudian masih kata Hakim Anggota Joko, sebelum pelaksanaan pengadaan bansos sembako tahap tiga, Juliari memanggil Adi di ruang kerjanya.
Pada pertemuan tersebut, Juliari menyampaikan dan menulis pembagian kuota paket penyedia bansos sembako menjadi beberapa kelompok dengan pembagian 1,9 juta paket antara lain untuk wilayah Botabek, 550 ribu paket diberikan kepada PT Anomali Lumbung Artha.
Karena daftar nama calon penyedia vendor yang merupakan titipan Juliari dan pihak internal di Kemensos telah ada pada saksi Joko, maka tim teknis atas perintah saksi Joko langsung menyiapkan surat penunjukan penyedia barang/jasa (SPPBJ) dan surat pemesanan kepada masing-masing penyedia untuk ditandatangani Joko.
Tim teknis tidak lagi melakukan seleksi atau pemeriksaan verifikasi dokumen calon penyedia karena memang sebagian besar calon penyedia tidak melengkapi dokumen awal pengadaan. Dokumen awal pengadaan dari penyedia dilengkapi setelah penyedia mengajukan permohonan pencairan dana setelah pengadaan selesai dilaksanakan.
"Dengan tidak dilakukannya seleksi terhadap calon penyedia pengadaan bansos sembako oleh tim teknis akibatnya hampir semua perusahaan yang ditunjuk sebagai penyedia dalam pengadaan bansos sembako tidak memenuhi kualifikasi. Sehingga seharusnya tidak layak ditunjuk sebagai penyedia bansos sembako dalam rangka penanganan Covid-19 di atas," jelas Hakim Anggota Joko.
PT Anomali Lumbung Artha kata Hakim berdasarkan fakta persidangan, merupakan perusahaan titipan Juliari dan selalu mendapatkan kuota sangat besar dengan total 1.506.900 paket. PT Anomali sendiri ternyata perusahaan yang bergerak di bidang elektronik.
Sehingga tidak mempunyai pengalaman pekerjaan yang sejenis. Demikian juga perusahaan afiliasinya seperti Junatama Foodia Kreasindo yang memperoleh kuota 1.613.000 paket, PT Famindo Meta Komunika memperoleh kuota 1.230.000 paket dan PT Tara Optima Primago 250 ribu paket.
“Sementara PT Dwimukti Grup yang merupakan perusahaan milik Herman Herry yang diklaim oleh saksi Ivo Wongkaren sebagai perusahaan penyuplai sembako bagi PT Anomali Lumbung Artha dan perusahaan afiliasinya tersebut merupakan perusahaan yang bergerak di bidang elektronik," terang Hakim Anggota Joko.
Dalam pelaksanaan pengadaan bansos sembako dalam rangka penanganan Covid-19 tersebut, PT Anomali Lumbung Artha pada tahap tiga memperoleh kuota paling besar 550 ribu paket, maka Adi menurunkan kuota kepada perusahaan tersebut pada pengadaan tahap kelima menjadi 500 ribu paket. Dengan alasan agar bisa mengakomodir perusahaan penyedia lainnya yang akan ikut berpartisipasi dalam pengadaan bansos sembako.
"Tetapi atas penurunan kuota tersebut, saksi Ivo Wongkaren dan Herman Herry menyampaikan keberatan dan meminta agar kuotanya tidak dikurangi. Atas keberatan tersebut, pada pengadaan tahap 6 terdakwa Adi kembali menaikkan kuota PT Anomali Lumbung Artha menjadi 550 ribu paket," ungkap Hakim Anggota Joko.
BERITA TERKAIT: