Pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul Jakarta, M. Jamiluddin Ritonga mengatakan, usulan tersebut dilihat dari kacamata PDIP memang logis.
Sebagai pemenang Pemilu 2019, wajar kalau PDIP menghendaki kadernya menjadi capres. Sementara Anies yang tidak memiliki partai politik, dinilai PDIP hanya layak menjadi cawapres.
Sebaliknya, dari kacamata pendukung Anies, sangat tidak layak jagoannya hanya jadi cawapres. Dengan elektabilitas yang sangat moncer, Anies dinilai pendukungnya sangat layak menjadi capres.
Selain itu, jelas Jamiluddin Ritonga, duet Puan-Anies juga berpeluang mendapat penolakan dari pendukung kedua belah pihak. Kader dan pendukung PDIP tampaknya banyak yang tidak berkenan terhadap Anies.
"Hal ini tentunya dapat merugikan PDIP baik untuk kepentingan pilpres maupun pileg," ucap dia kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Senin (31/5).
Adapun pendukung Anies juga diperkirakan banyak yang tidak menghendaki Anies dipasangkan dengan Puan.
"Mereka ini sebagian besar sangat anti terhadap PDIP. Mereka ini akan meninggalkan Anies bila tetap berpasangan dengan Puan," ujar Jamiluddin Ritonga.
Jadi, dari dua pihak terdapat penolakan yang kuat kalau Puan-Anies dipasangkan pada Pilpres 2024. Hal ini tentu tidak menguntungkan baik untuk Puan maupun Anies.
"Maka lebih baik Puan berpasangan dengan Prabowo dan Anies berpasangan dengan tokoh lain misalnya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Masing-masing pasangan ini lebih diterima pendukungnya," demikian Jamiluddin Ritonga.
BERITA TERKAIT: