Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Sahroni: Penilaian ICW Tidak Tepat, Kerja KPK Bukan Hanya OTT Dramatis

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Selasa, 20 April 2021, 13:04 WIB
Sahroni: Penilaian ICW Tidak Tepat, Kerja KPK Bukan Hanya OTT Dramatis
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni/Net
rmol news logo Penilaian Indonesian Corruption Watch (ICW) yang memberi nilai E untuk kinerja penegakkan hukum yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepanjang tahun 2020 mendapat kritikan dari Komisi III DPR RI.

Penilaian ICW itu, berangkat dari persentase kinerja penindakan kasus korupsi oleh KPK yang hanya sekitar 13 persen, dari target sebanyak 120 kasus.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menyampaikan ketidaksetujuannya. Menurut Sahroni, KPK justru telah menggarap hingga 91 perkara, dari target penanganan 120 kasus.

“Saya tidak setuju dengan pernyataan ICW. Karena seperti yang sudah dijelaskan oleh Plt Jubir KPK Ali Fikri, KPK justru telah bekerja keras dalam menangani kasus di tahun 2020, di mana dari target 120 kasus, 92 di antaranya sudah berkekuatan hukum tetap, bahkan sudah ada yang telah dieksekusi,” ujar Sahroni kepada wartawan, Selasa (20/3).

Selain itu, Sahroni menegaskan bahwa ukuran kesuksesan suatu lembaga tidak hanya pada jumlah perkara yang berhasil ditangani, tapi juga hal-hal lain seperti upaya pencegahan yang meliputi pendidikan, sosialisasi, dan pengawasan hingga ke daerah-daerah.

"Di sisi lain, kita lihat menurut data BPS, Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Indonesia tahun 2020 menunjukkan angka sebesar 3,84 dengan skala 0 sampai 5. Angka ini lebih tinggi dibandingkan capaian tahun 2019 sebesar 3,70," jelasnya.

"Perlu diketahui, makin tinggi angka IPAK, maka masyarakat semakin antikorupsi. Dari sini kelihatan bahwa upaya edukasi antikorupsi oleh KPK makin menunjukkan hasil,” sambungnya.

Legislator Partai Nasdem ini menegaskan bahwa pemberantasan korupsi tidak hanya bisa dinilai dari kasat mata pengangkapan, atau OTT-OTT dramatis. Tapi juga dari usaha KPK mengintegrasikan pengawasan ke sistem di ranah birokrasi.

"KPK mempersempit ruang gerak orang-orang terutama birokrat untuk melakukan korupsi, hal ini nggak keliatan, bukan berita menarik, tapi jelas sangat berguna,” demikian Sahroni. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA