Pasalnya, angka kasus Covid-19 tetap naik, sedangkan ekonomi masih mengalami kontraksi yang dalam.
Demikian disampaikan ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (5/2).
"Pertumbuhan ekonomi pada kuartal ke IV yang minus (-) 2,19 persen (yoy) atau minus (-) 2,07 persen full year 2020 menunjukkan kegagalan pemerintah dalam mengendalikan pandemi, sehingga masyarakat masih menahan untuk berbelanja," kata Bhima Yudhistira.
Menurutnya, meskipun ada vaksinasi Covid-19 yang mulai mengangkat optimisme para pelaku usaha dan konsumen di akhir tahun 2020, tapi pesimisme kembali timbul lantaran jenis vaksin yang digunakan.
Selain itu, ada juga masalah kecepatan distribusi vaksin yang memang butuh waktu tidak sebentar. Disusul kembali diberlakukannya PPKM jilid I yang juga menggerus kepercayaan konsumen lebih dalam.
"Jadi optimisme pemulihan ekonomi yang lebih cepat dipangkas sendiri oleh kebijakan pemerintah," kata Bhima.
Tidak hanya itu, Bhima mencatat stimulus Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) juga terbukti kurang efektif. Hal ini lantaran adanya perencanaan yang salah di awal pembentukan PEN itu sendiri.
Kebutuhan anggaran PEN sebaiknya segera lakukan realokasi anggaran dengan memangkas belanja pegawai dan belanja barang dan yang tidak kalah pentingnya ya memangkas belanja infrastruktur.
"Penyerapan anggaran pemerintah yang masih mengikuti pola sebelum pandemi atau waktu normal perlu segera dirubah," sesalnya.
BERITA TERKAIT: