Selain itu, PKS juga menduga, langkah kaki seribu pembahasan RUU berpotensi "menyusupkan" pasal-pasal tidak populer atau pasal-pasal yang mengandung kepentingan tertentu atau "pesanan".
"Dari awal proses pembahasan RUU ini secepat kilat, ada dugaan penyisipan pasal-pasal yang ‘pesanan’. Bertahap publik tidak menyadari bahwa pasal tersebut ada, namun di saat bersamaan menyisipkan ketentuan yang justru merugikan rakyat," ujar anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtra (PKS) Mardani Ali Sera kepada wartawan, Senin (5/10).
Mardani mengatakan, kerja-kerja legislasi dalam proses pembuatan aturan tidak boleh mengubah landasan filosofis UU eksisting.
Seharusnya, lanjut Mardani, substansi omnibus law memiliki koherensi dengan tujuan penciptaan lapangan kerja dan pemajuan UMKM. Omnibus Law tidak boleh bertentangan dengan norma konstitusi.
“Arah dan jangkauan pengaturan dari RUU Cipta Kerja setidaknya berdampak terhadap 1.203 Pasal dari 79 UU,†ujar Legislator asal pemilihan Jakarta Timur itu.
Secara umum, kata Mardani, RUU Omibus Law ini masih perlu banyak lagi ditinjau pasal per pasalnya karena terdiri dari banyak UU yang akan diubah sekaligus serta memiliki implikasi yang luas terhadap praktik kenegaraan dan pemerintahan di Indonesia.
“Diperlukan kecermatan dalam pembahasannya dan pertimbangan yang mendalam dari aspek formil dan materiil agar sejalan dengan koridor politik hukum kebangsaan yang telah kita sepakati bersama,†ujar Mardani.
Secara khusus, lanjut Mardani, Fraksi PKS cukup mengapresiasi sejumlah ketentuan dalam RUU Cipta Kerja terkait kemudahan berusaha yang apabila dijalankan secara konsisten dan konsekuen berpotensi memangkas dan menekan biaya berusaha di Indonesia.
“Kita apresiasi beberapa masukan substansi yang kami mencabut pembahasan sejumlah UU seperti UU Pers, UU klaster Pendidikan dan UU Kebidanan. Namun, Kami Fraksi PKS menolak UU ini disahkan menjadi UU karena alasan masih banyak pasal RUU Omnibus law yang bertentangan dengan metanarasi UUD kita,†pungkasnya.
BERITA TERKAIT: