Begitu disampaikan ekonom Universitas Indonesia (UI), Fithra Faisal, dalam keterangannya, Rabu (26/8).
"Kita lebih bermasalah dari sisi supply. Kalau kita lihat, permasalahan Indonesia itu adalah masalah produktivitas, masalah administrasi. Nah untuk membenahi itu memang butuh pendekatan yang jauh lebih institusional, tidak lagi menggunakan pendekatan yang sifatnya profesional. Maka dari sisi ini Omnibus Law itu memang harus ada," kata Fithra Faisal.
Dia menjelaskan, upaya melalui pendekatan institusional tersebut dapat memangkas birokrasi menjadi lebih ringkas. Hal itu sangat diperlukan untuk menggenjot produktivitas ekonomi dan penyerapan tenaga kerja di Indonesia.
"Permasalahan kita dari sisi hulu. Bagaimana kemudian tenaga kerja kita, pertumbuhan produktivitasnya mandek," ujarnya.
Apalagi, sambungnya, akibat rendahnya produktivitas dan ruwetnya birokrasi, Indonesia menjadi negara terendah tingkat produktivitasnya kedua di Asia Tenggara. Karena itu, RUU Cipta Kerja ini dinilai tepat.
"Produktivitas kita merupakan yang terendah bahkan terendah nomor dua di ASEAN. ini masalah yang harus diselesaikan secara institusional. Berarti kalau sudah begitu kita harus melihat bahwa Omnibus Law ini lebih ke arah bagaimana memperbaikinya, bukan menolak seluruhnya," tuturnya.
"RUU Ciptaker memang tujuannya adalah untuk menciptakan lapangan kerja. Memperluas lapangan kerja dengan mendatangkan investasi," demikian Fithra Faisal.