Dia ingin memastikan agar penggunaan keuangan yang dipungut dari proses sertifikasi halal MUI berjalan transparan dan memiliki pertanggungjawaban kepada publik.
Salah satunya mendesak penegak hukum baik kejaksaan maupun Polri untuk memeriksa penggunaan keuangan sertifikasi halal MUI.
“Kami juga mendesak adanya auditor independen yang memerika laporan keuangan MUI dari sertifikasi halal, untuk mencegah terjadinya penyelewengan anggaran,†ujarnya kepada wartawan, Jumat (14/8).
Haris mencatat, selama ini tidak ada laporan keuangan tentang biaya, proses, serta hasil yang sudah disertifikasi dari MUI ke publik. Sementara Kementerian Agama terus memberikan anggaran untuk biaya operasional MUI.
“Monopoli MUI tentang sertifikasi halal berdasarkan UU 33/2014 seharusnya berakhir karena proses sertifikasi halal dialihkan atau diambil alih negara karena sifatnya yang mandatory (wajib), sedangkan dulu sifatnya volunteer (sukarela),†tegasnya.
Kini, sambung Haris, UU tersebut sedang diproses dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Dia berharap Omnibus Law RUU Cipta Kerja bisa memperbaiki masalah ini, sehingga proses pelayanan produk halal menjadi lebih mudah, sederhana, dan murah.
“Termasuk bisa melibatkan semua ormas Islam dan perguruan tinggi di Indonesia,†urainya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: