LBH Pers: Stop Kriminalisasi Narasumber Berita

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Selasa, 04 Desember 2018, 18:06 WIB
LBH Pers: Stop Kriminalisasi Narasumber Berita
Ade Wahyudin/Net
rmol news logo . Pernyataan narasumber yang sudah dikemas dalam sebuah berita dikategorikan sebagai karya jurnalistik, karena sudah diolah dengan prosedur jurnalistik di perusahaan media dan diselesaikan melalui sengketa jurnalistik yang ada di dalam UU Pers.

Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers), Ade Wahyudin menanggapi terkait kriminalisasi narasumber berita, Selasa (4/12).

Jelas dia, sehingga dalam hal ini perusahaan media tidak lepas tangan dan harus melindungi narasumber.

Selain itu, apabila kasus ini terus menerus terjadi, tidak menutup kemungkinan akan ada chilling effect keadaan dimana masyarakat tidak mau atau enggan berkomentar karena takut terkena kriminalisasi tersebut.

"Apabila masyarakat sudah terjangkit itu, maka kebebasan pers akan semakin buram," terang Ade Wahyudin.

Menurutnya, fenomena kriminalisasi terhadap narasumber sangat berbahaya bagi kebebasan pers dan bisa dianggap sebagai intervensi terhadap independensi ruang redaksi. Sebab, narasumber bisa gamang dan takut dalam membeberkan pernyataan kritis terhadap isu sosial-politik.

Akibatnya, publik bisa kehilangan akses pada informasi yang mendalam, karena narasumber sudah melakukan sensor mandiri pada pernyataannya. Sehingga publik tidak punya lagi referensi informasi yang kuat.

Ade Wahyudin menambahkan, maraknya kriminalisasi narasumber, selain menyebabkan narasumber melakukan swasensor terhadap pernyataannya, juga menimbulkan masalah baru antara narasumber dengan media.

Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (European Court) menyatakan hak untuk perlindungan sumber sebagai:  landasan untuk kebebasan pers, yang tanpanya sumber dapat menjadi terhalang untuk membantu pers dalam menginformasikan kepada publik mengenai hal-hal terkait kepentingan publik.

Akibatnya, peran vital pengawas publik (public watch dog) pers dapat terganggu dan kemampuan pers untuk memberikan informasi yang akurat dan handal kepada publik dapat terkena dampak merugikan.

Begitu juga dengan pendapat Prof. Bagir Manan yang menyatakan bahwa perlindungan pers kepada narasumbernya itu absolut.

"Dengan demikian, kami mendesak pihak kepolisian untuk lebih hati-hati dalam menangani sebuah kasus yang di dalamnya terdapat pihak media ataupun narasumber. Karena media ataupun pers dan narasumber dilindungi oleh UU Pers," demikian Ade Wahyudin. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA