Maulid Nabi SAW, Habib Idrus Bin Hasyim Dan PPP

Rabu, 21 November 2018, 23:18 WIB
Maulid Nabi SAW, Habib Idrus Bin Hasyim Dan PPP
Habib Idrus/repro
MAULID Nabi SAW di Masjid Assa´adah, Poltangan, Pasar Minggu, Selasa (20/11) yang bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul Awwal, bisa dikatakan sebagai pusat perayaan kelahiran Nabi Saw di Jakarta. Apalagi penyelenggara adalah seorang habib kharismatik, Idrus bin Hasyim Alatas (69)

Pada hari itu, para habaib dari ibukota dan sekitarnya tumpah ruah di Poltangan semenjak pukul tujuh pagi. Acara maulid di Masjid Assa´adah dimulai dengan pembacaan tahlil dan ratib Alatas. Setelah itu, para ulama, tokoh, pejabat dan politisi diberi peluang untuk berbicara. Di antara tokoh yang datang adalah Gubernur Jakarta, Anis Baswedan dan Ketua Partai Berkarya, Tommy Soeharto. Di pengujung acara, mereka baru membaca Maulid Nabi SAW.

Habib Idrus bin Hasyim Alatas sebagai tuan rumah Maulid Nabi Saw merupakan figur ulama yang punya jam terbang tinggi di dunia politik. Di era kegemilangan partai berlambang Ka´bah, Habib Idrus bin Hasyim Alatas termasuk pihak yang membesarkan Hamzah Haz hingga menjadi ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan kemudian menghantarnya ke posisi sebagai wakil presiden pada tahun 2001.

Kiprah Habib Idrus bin Hasyim Alatas di dunia politik dikenal sebagai sosok yang memperjuangkan nilai-nilai Islam. Tidaklah salah bila kemudian mempunyai posisi sebagai wakil Majelis Syariah Pusat DPP PPP periode 2003-2008. Bahkan saat itu, Habib Idrus digadang-gadang untuk menjadi ketua Majelis Syariah, tapi beliau selalu mendahulukan ulama lainnya yang kemudian posisi itu sekarang diduduki oleh Mbah Maimoen Zubair.

Ketokohan Habib Idrus bin Hasyim di PPP sangat diakui. Saat itu, garis ulama sangat kental di PPP. Beliau punya pengaruh kuat di sejumlah daerah basis muslim seperti Madura dan Kalsel. Banyak muridnya yang tersebar di berbagai pelosok negeri. Saat ini, Habib termasuk tokoh Betawi sekaligus ulama.

Habib Idrus mulai melangkah mundur secara bertahap dari PPP ketika melihat sejumlah temannya tidak ideologis seperti semula. Puncaknya adalah ketika PPP mendukung Megawati Soekarnoputri sebagai calon presiden. Menurut Habib Idrus dan sejumlah ulama yang segaris dengan beliau, pemimpin perempuan tak dibenarkan menurut hukum Islam.

Pencalonan Mega beda dengan kondisi saat Mega menjadi presiden 2001 menggantikan Gus Dur. Menurut Habib Idrus, majunya Mega 2001 bisa dikatakan darurat sehingga Hamzah Haz dibenarkan menjadi wakil. "Kondisi waktu itu darurat beda dengan pencalonan berikutnya," tegas Habib Idrus.

Saat ini, posisi Habib Idrus termasuk pendukung kekuatan kebangkitan ummat, bahkan bisa dikatakan sebagai pendamping dan penasehat politik Habib Rizieq Shahab (HRS). Dengan demikian, posisinya saat ini tidak lagi sejalan dengan PPP yang menjadi bagian dari koalisi dengan rezim.

Tak dapat dipungkiri, perjalanan Front Pembela Islam (FPI) tak lepas dari peran politik Habib Hasyim bin Idrus Alatas. HRS sendiri sangat menghormati posisi Habib Idrus sebagai senior, politisi dan ulama. Tidak heran, bila HRS seringkali berkunjung ke Habib Idrus bin Hasyim Alatas untuk konsultasi politik dan  bahas strategi dakwah

Dari sisi pandangan keagamaan, Habib Idrus bin Hasyim Alatas selalu menekankan doktrinasi Ahlus Sunnah wal Jammaah bergaya Tarekat Alawiyah. Menurut beliau, Tarekat Alawiyah mampu menghadirkan spirit yang menghidupkan ghirah (baca semangat keagamaan) sehingga pada puncaknya mendorong berkomitmen atas amar makruf dan nahi munkar.

Habib Idrus menilai kehadiran HRS di kancah politik dan perlawanannya atas oligarki tamak di negeri ini sebagai wujud dari spirit Tarekat Alawiyah yang merupakan warisan leluhur para habaib. Karena itu tidak lah heran, bila hampir semua habaib dan ulama di negeri ini mendukung gerakan dan kebangkitan ummat di bawah naungan HRS.

Habib Idrus bin Hasyim Alatas setiap bulan di Masjid Ass´adah juga mengajak masyarakat setempat untuk membaca Ratib Alatas yang punya kandungan luar biasa. Garis Tarekat Alawiyah begitu kental dalam Ratib Alatas yang di penghujung doanya menekankan kemenangan atas kaum kafir.

Ketika membaca kalimat  terakhir Ratib Alatas yang menegaskan kemenangan atas kaum kafir, Habib Idrus selalu membacanya sebanyak tiga kali. Penekanan tersebut mengisyaratkan kondisi bangsa saat ini yang cukup mengkhawatirkan karena dikuasai oligarki tamak. Fansurna alal qoumil kafirin.

Alireza Alatas
Pembela ulama dan NKRI/Aktivis Silaturahmi Anak Bangsa (SILABNA)

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA