Khotbah Jum'at Di Istiqlal, Mahfud MD Ingatkan Empat Dis

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Jumat, 13 Juli 2018, 16:33 WIB
rmol news logo Kunci utama keberlangsungan sebuah negara dan pemerintahan adalah penegakan hukum dan keadilan. Jika ini lemah maka eksistensi sebuah negara dapat terancam.

Hal ini dikatakan oleh mantan Ketua Mahkamah (MK) Mohammad Mahfud MD saat mengisi khutbah Jumat di Masjid Istiqlal, Gambir, Jakarta Pusat (13/7/8).

Di awal khutbahnya, Mahfud mengingatkan tentang ketakwaan. Ketakwaan inilah modal penting bagi umat Islam untuk menjalani kehidupan baik sebagai individu maupun dalam bersosial dan bernegara.

Ciri utama orang yang bertakwa adalah penuh kedamaian. "Hanya KTP-nya saja yang Islam, tapi tidak damai, marah, emosian, dengki. Jadi Islam selain sebagai indentitas, adalah Islam yang damai untuk semua alam. Taqwa itu menimbulkan kedamaian. Kalau ada yang tidak damai, di rumah, di kantor di manapun, berarti tidak taqwa," ujar Mantan Menteri Pertahanan Era Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini.

Taqwa di luar definisi, lanjut Mahfud, adalah setiap usaha untuk menjaga diri agar apa yang dilakukan dijaga juga oleh Sang Pencipta. Baik hubungannya dengan Tuhan ataupun kepada manusia.

Karenanya, orang yang bertakwa, hubungan dengan Tuhan dan manusia harus sama-sama baik dan harus berlaku adil. Kesadaran inilah yang harus ditanam terus menerus di tengah ketidakadilan yang bersumber dari perbedaan-perbedaan.

"Jadi jangan sampai kebencianmu kepada suatu kaum menjadi kamu tidak berlaku adil. Karena beda kelompok, agama, apalagi urusan politik, kemudian tidak adil. Itu tidak bertakwa," imbaunya.

Keadilan ini juga berhubungan dengan penegakan hukum. Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) mengingatkan betul penegakan hukum yang tanpa pandang bulu penting bagi keberlangsungan sebuah negara.

"Ada yang berperkara sesama Islam, sesama agama yang lain, tolong dibantu. Ini kan gak benar. Kalau salah ya dihukum saja. Keadilan itu tidak mengenal agama, tapi dia memang bersumber dari agama," ujar Mahfud.

Subjek keadilan adalah manusia. Bukan hanya untuk orang Islam atau kelompok tertentu saja. Dalam tataran praktis penegakan hukum, jual beli kasus ini sangat memprihatinkan. Hal ini pernah diberi contoh oleh Nabi Muhammad SAW saat didatangi oleh tokoh Yahudi. "Kami pendeta Yahudi, pengikut kami sangat banyak. Kami sedang berselisih dengan kaum kami. Ini sangat sulit. Tetapi kalau engkau Yaa Al-Amin yang mengadili, pasti pengikut kami akan mengikuti. Tapi menangkan kami. Itu hukum jahiliah, hanya karena kedudukannya, sebagai pemimpin agama, lalu nyuap dan minta menang kasus. Tidak boleh," ungkap Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) ini.

Aparat hukum Indonesia, jangan sampai meniru cara jahiliah seperti ini. Sebab, tidak dipungkiri, saat ini hukum layaknya jual beli seperti di pasar. "Orang mencari pengacara, hakim dan polisi untuk mengatur pasal-pasalnya," kata Mahfud.

Diingatkannya, jika negara dan pemerintahan mau selamat, penegakan keadilan harus diutamakan. Sebab akan ada empat "dis" jika keadilan tidak ditegakkan. Pertama yakni disorientasi dari tujuan utama membangun negara dan pemerintahan. Jika belangsung terlalu lama akan menimbulkan distrust alias ketidakpercayaan. Jika berlarut-larut maka akan menimbulkan disobedient atau pembangkangan.

"Kalau terus juga, maka akan disintegrasi atau perpecahan. Hancurnya negara itu, kalau ada orang terhormat minta hukuman ringan," pungkas Mahfud.[dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA