Begitu kata pengamat politik, Maksimus Ramses Lalongkoe, kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Senin (19/3).
"Kalau dia benar menjadi aktor yang memelihara robot medsos itu artinya dia bukan seorang tipe calon pemimpin bangsa. Pemimpin harusnya berjuang dengan realitas dan fakta-fakta yang sesungguhnya, bukan menggunakan kekuatan palsu untuk menghakimi orang lain demi memuluskan rencana atau agenda politik," ujarnya.
Menurutnya, kekuatan politik seseorang bukan pada kemampuan menyerang pihak lain dengan cara tidak elegan, seperti kabar yang menyangkut nama TGB di media sosial akhir-akhir ini. Tapi kekuatan politik itu adalah cara seseorang dalam mengemas pesan-pesan politik secara baik agar dapat meningkatkan pemahaman politik masyarakat.
Maksimus menambahkan, jika kabar TGB memelihara buzzer jahat untuk menyerang Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) itu benar, maka ini berarti TGB sudah mengajarkan politik yang tidak bermartabat. Dampaknya pun akan berbahaya bagi demokrasi di Indonesia.
"Saya kira bila benar, maka TGB tidak mengajarkan politik bermartabat di negeri ini dan menjadi berbahaya bagi keberlangsungan demokrasi di Indonesia," tukasnya.
TGB diduga keras menggunakan atau setidaknya memelihara dan membiarkan buzzer jahat untuk menyerang dan memecah belah Partai Demokrat. Belakangan ini, di jejaring media sosial terlihat gerakan cukup agresif dari akun-akun pendukung TGB. Tidak sedikit yang membandingkan TGB dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dan mengatakan bahwa TGB lebih pantas menjadi calon presiden dari Partai Demokrat, dibandingkan AHY.
[ian]
BERITA TERKAIT: