Demikian disampaikan politikus Golkar, Muhammad Misbakhun. Misbakhun yakin di periode kedua pemerintahan Jokowi, kinerja penciptaan lapangan kerja akan membaik asal memenuhi beberapa syarat tertentu.
Misbakhun menjelaskan, pemerintahan Jokowi mewarisi pertumbuhan ekonomi yang menurun. Saat SBY-Boediono berkuasa, ekonomi Indonesia ditopang oleh pertumbuhan China yang masih double digit, berbeda dengan saat ini yang berada di bawah angka 10 persen. Selain itu, harga komoditas global saat itu sangat bagus dan ekspor Indonesia juga tinggi.
"Pak Jokowi masuk, dia hadapi transisi kekuasaan," kata Misbakhun dalam diskusi bertema "Mampukah Pemerintahan Jokowi-JK Ciptakan Lapangan Kerja" yang digelar Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) di Jakarta, Selasa (20/2).
Di awal transisi kekuasaan itu, Jokowi membenahi banyak hal. Salah satu yang dilakukan adalah mengalihkan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi dana produktif untuk pembangunan. Bertambahnya ruang fiskal di APBN akibat kebijakan pengalihan subsidi BBM itu membuat harga BBM disesuaikan.Dan ini memang sempat membuat penurunan ekonomi, sapa seperti di awal pemerintahan SBY-JK yang menaikkan harga BBM.
"Bedanya, Pak Jokowi membangun sebuah ruang fiskal yang jadi longgar. Subsidi dialihkan menjadi pembangunan infrastruktur," ujar Misbakhun.
Peralihan kekuasaan di China sekaligus menguatnya isu lingkungan membuat China sebagai tujuan ekspor Indonesia melemah. Hal ini menjelaskan kenapa terjadi keleseuan di sektor perkebunan, galian dan tambang, serta pertanian nasional.
"Harus diingat bahwa kuatnya sektor tambang di era SBY juga diimbangi tingginya non-performing loan di perbankan pada saat itu. Jadi harus seimbang melihatnya. Saya yakin di periode kedua pemerintahan, Jokowi juga akan lebih tinggi dibanding SBY," tegas Misbakhun.
Legislator dari daerah pemilihan Pasuruan dan Probolinggo itu justru melihat bahwa Pemerintahan Jokowi sudah berada pada track yang benar. Ketika sektor global tak menarik bagi pembangunan ekonomi, maka yang digenjot adalah sektor ekonomi domestik.
Salah satu yang diandalkan adalah program Dana Desa yang di 2017 sudah mencapai Rp60 Triliun. Sektor ini mampu menciptakan hingga 5 juta lapangan kerja baru. "Jadi langkah ini sudah benar. Tinggal perhatikam isu agar regulasi dan pengawasan hingga pemeriksaan dana desa diperkuat," kata Misbakhun.
Lalu Kementerian Keuangan, Kementerian Desa, dan Kementerian Dalam Negeri harus menguatkan fungsi dan peran demi memaksimal Dana Desa agar tercipta semakin banyak lapangan kerja.
"Komunitas desa harus disertakan dalam menghadapi revolusi industri 4.0. Kalau bisa diintegrasikan dengan desa, ini akan jadi kekuatan utama Indonesia di masa depan," ulasnya.
Ada lagi program pemerintahan lainnya yang diyakini Misbakhun akan semakin memperkuat penciptaan lapangan kerja. Yakni, Program Investasi Pemerintah (PIP) sebagai program ultramikro negara dengan pinjaman modal maksimal Rp 2,5 juta. Program ini berbarengan dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang juga digalakkan pemerintahan Jokowi.
"KUR itu saja nasabahnya 12 juta. Artinya ada 12 juta lapangan kerja. Belum dari sisi tenaga kerja dan lembaga pembiayaannya. Tentunya lapangan kerja ini riil semua," ujar Misbakhun.
Misbakhun mengakui memang untuk semakin mempercepat dan membuat momen saat ini lebih berkualitas, tim ekonomi pemerintahan harus bisa berpikir lebih maju. Harus ada juga keberanian untuk melibatkan swasta dengan mengelola segala resiko yang ada.
"Ini jadi harus perenungan bagi tim ekonomi, agar bagaimana di situasi normal dan cenderung membaik ini, kita bisa melaksanakan lompatan. Jangan bekerja hanya demi menjaga stabilitas dengan kebijakan konservatif," demikian Misbakhun.
[wid]
BERITA TERKAIT: